Kantor Desa Tempelwetan, Kecamatan Loceret, Nganjuk
NGANJUK, JAVATIMES -- Bagi masyarakat Desa Tempelwetan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, tentu tidak asing dengan nama Subandi.
Bahkan tidak menutup kemungkinan banyak dari masyarakat desa tersebut yang membutuhkan Subandi untuk menyampaikan cerita dan keluh kesahnya hingga meminta tanda tangannya.
Hal itu cukup beralasan, karena sejak 2019 lalu hingga kini Subandi menjabat sebagai Kepala Desa (Kades).
Lebih dari itu, sosok pria kelahiran 1968 ini juga banyak dikenal di kalangan pejabat hingga pengusaha.
Namun demikian, banyak dari mereka yang tidak mengetahui background atau latar belakang dari pria berusia 57 tahun itu.
Sebagai informasi, Subandi merupakan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selepas dia menyelesaikan pendidikannya hingga pascasarjana, Subandi pun banyak menorehkan catatan di tempat pekerjaannya.
Salah satu pekerjaan yang dia emban adalah Kepala Cabang (Kacab) PT Sang Hyang Seri (SHS) Pasuruan.
Meski pernah menjabat sebagai Kacab di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pertanian, namun rupanya tidak banyak yang tahu soal itu.
Bahkan saat ditanya wartawan media ini, mulanya Subandi tak mengakuinya. Ia berdalih bahwa sejak dulu hingga kini menjabat Kades, Subandi merupakan seorang petani.
(Pekerjaan) petani, (dari dulu sampai menjabat Kades) tidak (pernah bekerja di perusahaan), dalih Subandi saat ditemui Javatimes di ruang kerjanya, Selasa (22/4/2025).
Lebih lanjut, saat dikonfirmasi soal PT SHS dan vonis dirinya dalam kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2017, Subandi sempat enggan membeberkannya. Menurutnya, peristiwa itu merupakan privasi.
(Soal PT SHS dan vonis korupsi) tidak perlu saya jawab, karena itu adalah privasi saya, urainya.
Meski menganggap peristiwa itu privasi, namun Subandi mengaku bahwa peristiwa itu sudah sempat diumumkan kepada warga saat pencalonannya sebagai Kades tahun 2019 lalu.
Masyarakat tahu, kan sudah diumumkan waktu pengangkatan kepala desa, waktu pendaftaran (kepala desa). Sudah (diumumkan), lengkap dari Kejaksaan, dari Pengadilan, semuanya dapat, beber Subandi.
Jadi kalau masalah itu mau ditanyakan, silakan ke Pengadilan atau Kejaksaan, di sana dapat, biar nanti lebih akurat, imbuhnya.
Lebih lanjut, Subandi mengklaim bahwa sekalipun dirinya pernah divonis korupsi, namun dirinya tetap diminta warga untuk mencalonkan kepala desa, sehingga akhirnya dirinya terpilih dan duduk di kursi Tempel Wetan-1 (Kades Tempel Wetan).
Saya itu harus terbuka mas, wong saya tidak gila cari jabatan, tidak gila jadi kepala desa, masyarakat yang menghendaki saya, tandas Subandi.
Sebagai informasi, nama Subandi pernah terseret soal korupsi pengelolaan dana peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (P3BK) pada PT SHS (Persero) tahun 2011-2013 yang diperuntukkan bagi petani.
Kasus ini tercatat di Pengadilan Negeri Surabaya sebagaimana nomor perkara 70/Pid.Sus-TPK/2017/PN SBY dan diputus pada Selasa (8/8/2017).
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang di ketuai Wiwin Arodawanti menyatakan bahwa, terdakwa Subandi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia dihukum pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan dan denda sejumlah Rp 50juta.
(AWA)