Soal Dugaan Pengalihan Tabungan Nasabah ke Deposito di Jombang, Praktisi Hukum Dorong Korban Lapor OJK -->

dprd nganjuk

dprd nganjuk

Javatimes

Soal Dugaan Pengalihan Tabungan Nasabah ke Deposito di Jombang, Praktisi Hukum Dorong Korban Lapor OJK

javatimesonline
13 Maret 2025
PT. BPR Bank Jombang (Foto: Istimewa) 

JOMBANG, JAVATIMES -- Dugaan pengalihan tabungan nasabah ke deposito tanpa persetujuan di PT. BPR Bank Jombang terus menuai sorotan publik.


Apalagi jumlah kerugian yang dialami korban tidak sedikit, yakni senilai ratusan juta rupiah.


Pada pemberitaan Javatimes sebelumnya, Beny Hendro Yulianto, S.H. kuasa hukum Siti Magfiroh, korban kasus dugaan pengalihan tabungan nasabah ke deposito di PT. BPR Bank Jombang menjelaskan bahwa apa yang menimpa kliennya tersebut patut diduga adanya mal administrasi dan perbuatan melawan hukum. 


Karena itu, pihaknya akan segera membawa persoalan ini ke ranah hukum.


Permasalahan ini terungkap saat suami Siti Magfiroh melakukan pengecekan saldo di Bank Jombang. Ia terkejut melihat tabungannya yang semula Rp200 juta hanya tersisa Rp22,5 juta. Saat meminta klarifikasi, pihak bank menyatakan bahwa sisa saldo tersebut adalah bunga deposito.

Ini sangat janggal. Klien kami tidak pernah menyetujui perubahan tabungan ke deposito. Bank tidak berhak mengalihkan dana tanpa persetujuan tertulis nasabah, ungkap Beny, Senin (10/03/2025).


Beny menduga Bank Jombang melakukan praktik manipulatif yang melanggar Undang-Undang (UU) Perbankan danUU Perlindungan Konsumen. 

Jika terbukti benar, kasus ini dapat menyeret bank ke ranah hukum pidana. Karena pengalihan tabungan nasabah ke deposito tanpa persetujuan nasabah adalah pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen serta dapat dikategorikan tindak pidana di bidang perbankan, bebernya.


Atas cerita dan penjelasan Beny Hendro Yulianto sebagai kuasa hukum dari korban kasus dugaan pengalihan tabungan nasabah ke deposito, Prayogo Laksono, S.H., M.H. sebagai praktisi hukum pun angkat bicara. 


Prayogo menjelaskan bahwa pesatnya inovasi digital, sektor perbankan mengalami transformasi signifikan melalui penerapan teknologi digital yang meningkatkan aksesibilitas, efisiensi, dan jangkauan layanan keuangan. 


Namun, kemajuan ini juga membawa ancaman baru, salah satunya dugaan penyalahgunaan wewenang di lembaga perbankan. 

Apabila benar terjadi dampak penyalahgunaan ini, tentu dapat menimbulkan kerugian besar bagi nasabah, mengguncang stabilitas ekonomi, dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem keuangan perbankan, ungkap Prayogo, Rabu (12/3/2025).


Prayogo berpendapat bahwa dalam UU Perbankan ada sanksi terhadap adanya penyalahgunaan wewenang, selain dikenakan sanksi administratif berat. 

Ancaman hukuman 20 tahun penjara bagi pelaku yang menggunakan kewenangannya untuk keuntungan pribadi dan orang lain dan apabila jajaran dewan direksi ataupun pegawai bank yang tidak memberikan keterangan secara terbuka yang wajib dipenuhi, dapat pula diancam pidana hingga 10 tahun penjara, urai Prayogo.


Untuk itu, jika benar ada dugaan pengalihan rekening tabungan ke deposit tanpa adanya persetujuan dari nasabah, Prayogo menyarankan agar segera dilaporkan ke otoritas jasa keuangan (OJK).


Dia pun juga mendorong agar OJK segera mengambil tindakan terhadap persoalan ini.

Mengacu pada Pasal 28 UU OJK, bahwa OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Hal itu diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang bertujuan agar kegiatan di sektor jasa keuangan berjalan teratur, adil, transparan, dan akuntabel, tutup Prayogo.



(Gading)