![]() |
Agus Heri Widodo, S.Sos Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Manajemen di Unesa Surabaya |
OPINI, JAVATIMES -- Membangun Profesionalisme ASN sebagaimana telah diuraikan pada tulisan pertama di media Javatimes dengan judul "Membangun ASN Profesional Dan Tantangannya" pada bab Tantangan Meritokrasi adalah pembahasan tentang satu satunya jalan dalam membangun ASN profesional.
Namun perlu diketahui, untuk mengimplementasikan hal tersebut, perlu langkah strategis yang harus ditempuh agar ide dasarnya lebih membumi dan implementatif.
Sementara meritokrasi adalah penggabungan dari dua suku kata yakni merit yang berasal dari bahasa Latin (mereō) dan krasi dari bahasa Yunani kuno (κράτος/kratos) yang berarti kekuatan/kekuasaan, jadi Meritokrasi adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial.
Meski konsep meritokrasi telah ada berabad-abad lamanya, seperti pada hadist, yang mana Nabi SAW bersabda "Jika suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kehancurannya" (HR. Bukhori), namun istilah Meritokrasi sendiri diciptakan pada tahun 1958 oleh sosiolog Michael Dunlop Young dalam buku distopia politik dan seterusnya yang berjudul The Rise of the Meritocracy.
Berangkat dari pengertian itu, maka langkah pertama dalam menerapkan prinsip prinsip meritokrasi adalah melakukan penilaian kinerja yang hasilnya akan membedakan antara mereka yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah.
Dengan demikian akan memperjelas siapa yang berhak mendapatkan penghargaan dan siapa yang tidak berhak.
Membedakan mereka yang berkinerja tinggi dan tidak merupakan hal penting sebab, hasil.penilaian inilah yang akan digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan keputusan terkait pengelolaan SDM.
Dalam konteks membangun ASN profesional, penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan dalam.manajemen ASN terkait dengan pemberian reward (penghargaan) seperri promosi, pemberian tunjangan kinerja dan kesempatan pengembangan diri, serta sekaligus sebagai dasar memberikan punishment seperti demosi.
Penilaian kinerja dilakukan dengan membandingkan antara target kinerja yang disepakati antara pimpinan dan bawahan serta ditetapkan pada awal periode penilaian yang dituangkan dalam perjanjian kinerja dengan capaian kinerja pada akhir periode penilaian.
ASN dikatakan berkinerja tinggi apabila pada akhir periode penilaian mampu mencapai target yang telah ditetapkan. Sebaliknya dikatakan kurang berkinerja apabila target kinerja tidak dapat dicapai pada akhir periode penilaian.
Menetapkan Kinerja dan Indikator Kinerja
Untuk melakukan penilaian tersebut, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan kinerja yang hendak dicapai. Penetapan kinerja ini harus tepat artinya bahwa kinerja yang ditetapkan diyakini bisa mengintervensi (mempengaruhi) ketercapaian kinerja organisasi yang telah dicanangkan sebelumnya.
Sehingga ketercapaian kinerja level bawah akan mempengaruhi langsung terhadap ketercapaian kinerja organisasi level atasnya atau sering disebut penjenjangan kinerja harus tepat.
Dalam konteks manajemen ASN, kinerja yang ditetapkan pada sebuah perangkat daerah harus diyakini mengintervensi secara langsung visi dan misi kepala daerah. Ketepatan penjenjangan kinerja ini secara sederhana diuji dengan kerangka logis "jika-maka", yaitu jika kinerja perangkat daerah baik (tercapai) maka visi misi kepala daerah juga baik (tercapai).
Apabila hal itu, tidak terpenuhi berarti bahwa penjenjangan kinerjanya tidak tepat atau dengan kata lain kinerja perangkat daerah yang ditetapkan salah. Demikian pula penjenjangan kinerja yang dilakukan pada level unit kerja pada perangkat daerah harus mengintervensi secara langsung kinerja perangkat daerah dan seterusnya hingga penetapan kinerja individu ASN.
Berdasarkan uraian di atas, maka penetapan kinerja perangkat daerah ke bawah harus didasarkan pada perencanaan kinerja yang dimanifestasikan dalam rencana pembangunan baik jangka panjang, menengah maupun pendek atau tahunan. Karena perencanaan pembangunan inilah yang akan mengarahkan gerak setiap ASN untuk berkontribusi dalam pencapaian visi dan misi kepala daerah.
Setelah kinerja yang hendak dicapai mulai dari tingkat individu ASN hingga perangkat daerah ditetapkan dan diyakini mengintervensi visi dan misi kepala daerah, maka untuk melihat keberhasilan dan kegagalan pencapaian kinerja yang ditetapkan tersebut harus dilakukan pengukuran. Pengukuran ini dilakukan dengan menetapkan indikator atas masing-masing kinerja yang telah ditetapkan.
Sementara hal terpenting dalam menetapkan indikator kinerja ini adalah indikator yang ditetapkan benar benar bisa mengukur kinerja yang telah ditetapkan. Sebagai contoh untuk memberikan pelayanan terbaik, maka dibutuhkan ASN profesional (salah satu faktor yang mempengaruhi pelayanan sebagai contoh) maka kinerja yang dikehendaki adalah profesionalisme ASN, indikator untuk mengukur profesionalisme ASN adalah Indeks Profesionalisme ASN.
Ketepatan dalam menentukan indikator kinerja ini sangat penting karena berdampak pada fokus pekerjaan yang akan dilakukan oleh perangkat daerah ataupun individu ASN. Sehingga perlu diuji dan dikaji dengan baik.
5 Jenis Indikator
Jenis-jenis indikator meliputi kualitatif dan kuantitatif. Pada indikator yang bersifat kuantitatif seperti baik sekali - baik - buruk - buruk sekali, maka diperlukan penjabaran atau identifikasi atas kategori yang ditetapkan.
Kinerja dikatakan baik jika memenuhi kondisi seperti apa, dikatakan buruk kondisi yang dipenuhi juga seperti apa dan seterusnya, dimana penjabaran tersebut harus nyata bisa dilihat dan dirasakan tanpa interprestasi lebih lanjut. Sedangkan indikator yang bersifat kuantitatif bisa berupa jumlah, persentase, rasio, nilai, rata-rata dan indeks.
Indikator kinerja ini dapat diambil dari indikator makro yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau indikator sektoral yang dihitung secara mandiri. Namun catatan yang perlu digarisbawahi bahwa indikator yang ditetapkan memenuhi syarat sebagai indikator yang baik yaitu:
- Spesifik artinya jelas dan tidak ada interprestasi lain atas indikator tersebut. Oleh karena itu perlu dirumuskan definisi operasional atas indikator tersebut.
- Dapat diukur secara objektif, artinya siapapun yang mengukur hasilnya akan sama. Oleh karena itu perlu dirumuskan formula perhitungannya.
- Dapat dicapai artinya bahwa indikator yang ditetapkan harus didukung dengan data atau eviden yang nyata. Oleh karena itu perlu ditetapkan data apa yang perlu disediakan untuk melakukan pengukuran tersebut.
- Relevan artinya indikator tersebut dapat dipertanggung jawabkan sebagai ukuran atas uraian kinerja yang telah ditetapkan, bukan mengukur hal lain.
- Harus cukup fleksibel artinya bahwa naik turunnya nilai sebuah indikator memang benar benar menggambarkan naik turunnya uraian kinerja (contoh indeks profesionalisme ASN yang tinggi benar benar menggambarkan profesionalisme ASN yang tinggi pula dan sebaliknya menurunnya indeks tersebut juga menggambarkan menurunnya profesionalisme ASN).
Penetapan Target Kinerja
Agar bisa diukur tingkat keberhasilan atau kegagalan pencapaian indikator kinerja maka harus ditetapkan target kinerja atas indikator tersebut.
Penetapan target kinerja ini memerlukan perhatian khusus terutama perhatian atasan. Jika target kinerja yang ditetapkan adalah target kinerja perangkat daerah sebagai indikator kinerja kepala perangkat daerah, maka perlu perhatian kepala daerah.
Target kinerja ini tidak boleh ditetapkan secara sepihak oleh pengampu kinerja tetapi harus merupakan kesepakatan antara atasan dan bawahan dengan mempertimbangkan sumber daya pendukung seperti anggaran, SDM, sarana pra sarana, tingkat kesulitan dan sebagainya.
Praktik penetapan target kinerja selama ini yang terjadi pada ASN cenderung berbeda dengan penetapan target kinerja di perusahaan-perusahaan swasta. Di dunia swasta dalam.menetapkan target kinerja telah diperhitungkan potensi ketercapaian sebuah indikator kinerja.
Jika potensinya 100 maka target yang ditetapkan 110. Harapannya potensinya dapat dimaksimalkan dan selebihnya diupayakan dengan usaha ekstra yang direncanakan untuk dilakukan melalui perumusan rencana aksi. Sedangkan di kalangan ASN, apabila potensi ketercapaiannya 100 maka target yang ditetapkan hanya 70-80.
Sehingga, tanpa upaya yang sangat keras hampir dapat dipastikan target tersebut sulit dicapai. Hal ini sering dilihat capaian kinerja perangkat daerah atau ASN yang jauh melebihi target yang ditetapkan.
Hal ini terjadi salah satunya karena penetapan target secara sepihak. Dan ini pula yang kemudian menjadikan pentingnya dialog kepala daerah dengan kepala.perangkat daerah dalam menetapkan target kinerja perangkat daerah.
Mengawal Capaian Kinerja
Dalam upaya pencapaian kinerja, pengampu kinerja wajib secara berkala melakukan pengawalan ketercapaian atas target kinerja yang ditetapkan. Oleh karena itu sangat penting secara berkala dilakukan evaluasi capaian kinerja.
Evaluasi capaian kinerja ini didahului dengan perencanaan capaian kinerja dalam kurun waktu yang lebih pendek sebelum dilakukan perhitungan akhir pada akhir masa penilaian bisa direncanakan capaian bulanan atau triwulan.
Evaluasi ini untuk mengetahui secara dini capaian yang sudah diperoleh dengan perbandingan target yang ditetapkan, sehingga apabila dijumpai permasalahan dalam pencapaian target kinerja dapat segara dirumuskan rencana aksi untuk menutup kekurangan dalam capaian atau bahkan apabila tidak memungkinkan dapat segera dilakukan penyesuaian target kinerja dengan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dan disepakati kembali dengan kepala daerah.
Namun demikian, untuk indikator indikator makro yang biasanya ditetapkan oleh kementerian atau BPS rilisnya dilakukan pada bulan bulan awal tahun berikut, sehingga ketika dirilis sudah merupakan hasil akhir yang tidak bisa diintervensi lagi. Indikator yang demikian disebut sebagai lagging indicator.
Agar indikator yang bersifat hasil akhir tersebut dapat dikendalikan capaiannya, maka perlu dirumuskan leading indikator atas indikator tersebut. Leading indikator merupakan indikator yang mengukur aktivitas atau input yang diperlukan agar suatu kejadian terjadi atau agar lagging indicator tercapai.
Leading indikator ini dapat digunakan sebagai early warning system sebagai indikator risiko utama untuk mengendalikan ketercapaian atau kegagalan suatu target di masa mendatang.
Agar lebih mudah pengendalian ketercapaian maka leading indikator ini bisa digunakan sebagai indikator pada level unit kerja dalam perangkat daerah.
Demosi Menumbuhkan Motivasi
Pada akhir masa periode, penilaian dapat dilihat siapa yang berkinerja tinggi dan siapa yang berkinerja rendah. Inilah kemudian penting untuk memanfaatkan hasil penilaian kinerja untuk secara nyata mengimplementasikan prinsip meritokrasi. Bagi mereka yang berkinerja tinggi layak diberikan penghargaan. Lalu bagaimana bagi mereka yang berkinerja rendah?
Budaya kerja yang terjadi pada dunia ASN saat ini tidak menunjukkan budaya kerja kinerja. Hal ini disebabkan penilaian kinerja tidak dianggap sesuatu hal yang penting. Buktinya, apapun kinerja yang ditunjukkan tidak mempengaruhi posisi dan jabatan seorang ASN.
Selama ini budaya yang ada seorang ASN yang tidak berkinerja tidak pernah dihukum atau hanya dimutasi pada jabatan yang kurang strategis dengan level jabatan dan hak-hak kepegawaian yang sama.
Hal inilah yang kemudian secara tidak langsung menurunkan motivasi kerja bagi mereka yang sudah ada pada posisi tertinggi. Karena bagaimanapun kinerjanya toh tidak akan berpengaruh pada level jabatannya dan mungkin hanya di mutasi saja.
Disinilah pentingnya memanfaatkan hasil.penilaian kinerja. Bagi ASN yang tidak mampu mencapai target kinerja yang ditetapkan maka dapat diturunkan level jabatannya atau dilakukan demosi.
Apabila telah diberikan kesempatan untuk.memperbaiki kinerjanya tetapi tidak kunjung bisa memperbaikinya. Dengan adanya kemungkinan demosi, maka ASN akan secara maksimal mengupayakan tercapainya target kinerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian ancaman demosi bagi ASN yang tidak mencapai target kinerjanya akan mendorong motivasi ASN tumbuh dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk memenuhi target kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengimplementasikan prinsip meritokrasi manajemen ASN penting untuk melakukan pengukuran atau penilaian kinerja. Namun manajemen ASN tidak hanya melakukan pengukuran saja, tetapi harus mengupayakan agar ASN bisa menampilkan kinerja terbaiknya melalui kebijakan untuk menyediakan faktor faktor yang mendorong ASN berkinerja tinggi.
Penulis : Agus Heri Widodo, S.Sos
Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Manajemen di Unesa Surabaya