Sah. Kepemilikan Tanah Adat Berakhir Di Tahun 2026 -->

dprd nganjuk

dprd nganjuk

Javatimes

Sah. Kepemilikan Tanah Adat Berakhir Di Tahun 2026

javatimesonline
10 Februari 2025
Kepala Kantah Nganjuk Suwono Budi Hartono, S.SiT., M.M

NGANJUK, JAVATIMES - Kepemilikan tradisional atas tanah, seperti girik, letter C, petok D, Verponding, pipil dan sebagainya telah ditetapkan oleh pemerintah, bukan bagian dari dokumen kepemilikan.


Hal ini, berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang dikenal sebagai UUPA yang terbit lebih dari 60 tahun lalu serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021, yakni dokumen-dokumen tersebut tidak akan diakui lagi sebagai bukti kepemilikan tanah terhitung mulai 2 Februari 2026. 


Sebab itu, pemilik tanah yang masih mengacu pada kepemilikan tradisional/adat, seyogyanya mengurus sertifikat hak milik (SHM) agar dapat kepastian hukum atas aset tanah yang dimiliki. Ini sebagaimana hal tersebut dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021. 


Pasal 96, dengan jelas dinyatakan bahwa bukti kepemilikan tanah adat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, bukan sebagai bukti kepemilikan yang sah atau sudah tidak dapat lagi digunakan untuk mengklaim hak kepemilikan atas suatu bidang tanah. 


Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Nganjuk, Suwono Budi Hartono, S.SiT., M.M, mengatakan, dokumen seperti girik, letter C, petok D, Verponding dan pipil, hanya sebagai petunjuk untuk mendaftarkan tanah ke dalam sistem administrasi pertanahan nasional. 


Semua ini, tidak lain hanya untuk memperjelas kepemilikan tanah dan mencegah terjadinya sengketa atau klaim ganda atas suatu bidang tanah, katanya.


Dokumen Tanah, Berakhir pada 2 Februari 2026 


Kepala Kantah Nganjuk, menyebut beberapa daftar dokumen tanah yang tidak akan berlaku lagi sebagai dokumen kepemilikan, pada tahun depan tepatnya pada (2/2/2026) diantaranya :


Girik 


Bukti pembayaran pajak tanah yang digunakan sebagai tanda kepemilikan, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum sebagai sertifikat. 


Letter C 


Surat keterangan dari desa atau kelurahan yang mencatat identitas pemilik dan informasi dasar tentang tanah. 


Petok D 


Buku register yang dibuat oleh pemerintah desa atau kelurahan untuk mencatat kepemilikan tanah di wilayah tertentu. 


Verponding 


Indonesia Bukti kepemilikan tanah dari zaman kolonial Belanda yang berupa tagihan pajak tanah dan bangunan. 


Pipil 


Dokumen pajak tanah yang berlaku sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 diterbitkan, yang banyak ditemukan di wilayah Bali dan sekitarnya. 



Petuk Pajak Bumi/Landrente 


Bukti pembayaran pajak tanah yang dulu digunakan untuk menunjukkan hak kepemilikan, tetapi kini tidak lagi memiliki kekuatan hukum.


Kekitir 


Surat kepemilikan tanah yang banyak ditemukan di Jawa dan sering digunakan dalam transaksi tanah sebelum sistem sertifikat diperkenalkan. 


Kepemilikan tradisional atas tanah tersebut, bukan lagi dokumen kepemilikan, ujarnya lagi.


Suwono juga, menyampaikan, bahwa bukti kepemilikan tanah yang sah dan memiliki kekuatan hukum tertinggi di Indonesia adalah SHM, hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yakni memberikan hak penuh kepada pemiliknya untuk menguasai, menggunakan, serta memindahtangankan tanah tersebut. 


SHM dapat menjadi alat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang kuat terhadap ancaman sengketa tanah dan praktik mafia tanah yang saat ini semakin marak terjadi, urainya lagi.


Lanjut Suwono berharap, tanah yang belum bersertifikat agar segera mengurus kepemilikan tanah menjadi SHM agar terhindar permasalahan hukum di masa mendatang dan pemilik dapat memiliki jaminan hukum atas asetnya serta dapat lebih mudah melakukan transaksi jual beli atau peralihan hak tanpa hambatan administratif.


Untuk meningkatkan status kepemilikan tanah menjadi SHM guna menghindari potensi permasalahan hukum di masa depan, Kantah Nganjuk telah menggunakan sistem sertifikat tanah elektronik, ungkapnya.


Dengan sistem sertifikat elektronik, data kepemilikan tanah akan tersimpan secara digital, mempermudah proses administrasi serta meminimalisir risiko kehilangan atau pemalsuan sertifikat tanah, pungkasnya.



(Ind)