Pengamat Hukum Desak Kacabdin dan APH Periksa Pengelolan Anggaran di SMKN 1 Tanjunganom Nganjuk -->

BPN

BPN

Javatimes

Pengamat Hukum Desak Kacabdin dan APH Periksa Pengelolan Anggaran di SMKN 1 Tanjunganom Nganjuk

javatimesonline
17 Januari 2025

Pengamat hukum Prayogo Laksono soroti kurangnya transparansi dan penolakan wartawan di SMKN 1 Tanjunganom

NGANJUK, JAVATIMES -- SMKN 1 Tanjunganom, Nganjuk terus menjadi perhatian publik terkait sejumlah kejanggalan yang terjadi di sekolah tersebut.


Dua kejanggalan yang mencuat yakni adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dikeluhkan sejumlah orang tua siswa dan penolakan kedatangan wartawan.


Tak pelak, peristiwa ini menimbulkan kritik karena dianggap menghambat dan membatasi wartawan dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik. 


Terlebih dengan adanya pengakuan sejumlah orang tua siswa yang mengungkapkan dugaan pungli dinilai dapat memperburuk citra lembaga pendidikan Kabupaten Nganjuk.


Pengamat hukum, Prayogo Laksono, menjadi salah satu pihak yang vokal mengkritisi persoalan ini.


Respon Penolakan Wartawan

Ia menyatakan keheranannya mengapa ada informasi penolakan terhadap kedatangan wartawan yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik.

Jika benar ada penolakan terhadap kedatangan wartawan, maka ini telah menyalahi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang di dalamnya menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi, ungkap Prayogo saat ditemui di kantornya, Jumat (17/1/2025) sore.


Atas kejadian tersebut, Prayogo meminta pihak SMKN 1 Tanjunganom taat pada regulasi yang berlaku. 


Sebab, siapa pun yang melawan hukum karena sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi pers, dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kami berharap agar Cabang Dinas Pendidikan Nganjuk bisa secepatnya melaksanakan sosialisasi tentang kebebasan pers terhadap sekolah-sekolah di Nganjuk, sehingga semua memiliki pemahaman yang sama akan regulasi yang berlaku di negara kita, beber Prayogo.


Meminta Agar Meminta Maaf

Lebih jauh, Prayogo juga meminta kepada pihak sekolah untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka sekaligus memberi penjelasan apabila perbuatan menghalang-halangi wartawan itu benar terjadi.

Kami minta agar pihak sekolah segera menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan menyatakan komitmennya untuk tidak mengulangi kembali apabila memang benar terjadi penolakan terhadap kedatangan wartawan yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik, beber Prayogo yang juga menjabat sebagai Ketua Media Independen Online (MIO) Kabupaten Nganjuk.


Soroti Keluhan Orang Tua Siswa

Lain halnya dengan penolakan terhadap kedatangan wartawan, Prayogo juga menyoroti adanya pengakuan dari sejumlah orang tua siswa yang mengeluhkan banyaknya pungutan dengan berbagai macam istilah.

Apabila yang disampaikan orang tua siswa ini benar terjadi, maka hal ini berpotensi melanggar Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemerasan dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ungkap Prayogo.


Lebih lanjut, Prayogo juga beranggapan bahwa lembaga pendidikan tidak semestinya memberatkan orang tua siswa dalam pungutan yang tidak perlu, terlebih banyak orang tua siswa yang merasa keberatan. 


Menurut Prayogo, ini mengindikasikan lemahnya pengawasan oleh Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.

Melalui forum ini, kantor kami siap untuk menampung aspirasi dari orang tua siswa yang merasa keberatan. Jika memang dibutuhkan, kami juga siap untuk melaporkan kasus ini hingga ke aparat penegak hukum, urai Prayogo.


Desak Kacabdin dan APH

Sambil lalu menunggu laporan dari orang tua siswa, Prayogo mendesak agar Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Nganjuk dan aparat penegak hukum (APH) segera mengambil tindakan tegas bagi sekolah tersebut.

Kami mohon untuk segera melakukan pemeriksaan dan audit penggunaan anggaran di SMKN 1 Tanjunganom secara menyeluruh. Jika terbukti ada kejanggalan dan kesalahan dalam pengelolaan anggaran, maka segera diproses hukum, tandas Prayogo.


Pengakuan Orang Tua Siswa

Diberitakan sebelumnya, salah satu orang tua siswa SMKN 1 Tanjunganom bernama Sudarmi (nama samaran) mengeluhkan adanya iuran rutin dengan dalih tabungan dan jariyah. Jika ditotal selama satu tahun, jumlahnya mencapai Rp 1,5 juta per siswa. Sementara jumlah siswa di SMKN 1 Tanjunganom dikabarkan lebih dari 1.400 peserta didik.


Selain iuran rutin tersebut, siswa masih dimintai sumbangan lainnya dengan dalih perayaan ulang tahun atau dies natalis sekolah dan berbagai jenis lainnya. Bahkan saat awal masuk sekolah, siswa juga diminta untuk membayar Rp 1.650.000 dengan alasan pembangunan sekolah.


Hanya saja dari sejumlah nominal itu, Sudarmi mengklaim tidak ada kesepakatan sejak awal. Bahkan menurut pengakuan Sudarmi, pihak sekolah tidak pernah menjelaskan kegunaan uang tersebut.

Saya sebagai orang tua tidak tahu uang itu untuk apa. Kemudian uang itu sekarang sudah terkumpul berapa dan berapa banyak yang sudah digunakan, saya juga tidak mengetahuinya. Karena memang setiap pertemuan tidak ada penjelasan terkait penggunaan anggaran itu, ungkap Sudarmi.

 

Ada Penolakan 

Merespon pengakuan orang tua siswa, kontributor Javatimes yang sedianya hendak mengonfirmasi terhadap Kepala SMKN 1 Tanjunganom mendapat penolakan dari pihak keamanan dan salah seorang anggota komite berinisal U.


Mereka menolak kedatangan kontributor Javatimes dengan dalih membatasi jumlah tamu. Padahal saat itu masih jam kerja dan tamu yang dimaksud telah meninggalkan lokasi.

Tidak bisa mas, kuotanya sudah penuh, ucap pihak keamanan dan U bergantian, Rabu (15/1/2025) pagi.


Tidak Merespon 

Sementara itu, Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsAppnya tidak memberikan jawaban. Dihubungi melalui nomor WhatsAppnya juga tidak merespon.



(AWA)