Penampakan jalan lingkungan RT 08 Dusun Batu Desa Joho mulai mengelupas meski baru selesai dikerjakan Desember 2024 lalu |
NGANJUK, JAVATIMES -- Penderitaan warga Desa Joho, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk, seakan tak ada ujungnya.
Di tengah kondisi banjir yang kerap melanda di musim hujan, kini diperparah dengan rusaknya jalan yang baru selesai dibangun Desember 2024 lalu.
Hal itu seperti terlihat di lingkungan RT 08 Dusun Batu, Desa Joho.
Pengakuan Warga
Menurut pengakuan warga setempat, Solihin (65), kerusakan jalan di lingkungannya mencapai 100 meter.
Dari 500 meter jalan yang baru selesai dikerjakan, sekitar 100 meter diantaranya mengalami kerusakan, ungkap Solihin, Rabu (22/1/2025) petang.
Selain jalan, plengsengan di lingkungannya juga ambrol sepanjang 7 meter. Kondisi itu menambah kekhawatiran warga terhadap dampak yang lebih besar.
Kemudian ada juga pagar rumah warga yang jebol (karena diterjang banjir), imbuh Solihin yang juga menjabat sebagai ketua RT 08 Dusun Batu.
Solihin, ketua RT setempat saat menunjukkan jalan yang mengelupas |
Pengakuan Kepala Desa
Di tempat terpisah, Kepala Desa Joho, Jumali, tak menampik lingkungannya terdampak banjir hingga ketinggian 40 centimeter.
Menurut Jumali, Desa Joho terdampak banjir lantaran air kiriman dari wilayah pegunungan. Hal tersebut diperparah dengan banyaknya sampah yang ikut terseret air sungai.
Banjir itu akibat hujan deras berkepanjangan di daerah atas, kemudian ditambah lagi dengan adanya selangkrah-selangkrah (sampah) di sungai, sehingga menyebabkan tiga dusun di Desa Pace menyebabkan banjir, ucap Jumali.
Tiga dusun yang terdampak banjir yakni Dusun Batu, Watukandang, dan Joho.
Paling parah di Dusun Batu, aspal yang belum genap (berusia) satu bulan itu nglongkop (mengelupas) semua, beber Jumali.
Selain merusak jalan, lanjut Jumali, banjir itu juga mengakibatkan sebagian besar rumah di lingkungan Dusun Batu dan Watukandang terendam banjir.
Dusun Joho tidak sampai masuk ke rumah warga, hanya saja menggenang di jalan, ungkap Jumali.
Penyebab dan Harapan
Jumali berpandangan, peristiwa banjir itu tidak lepas dari adanya sumbatan sampah di sepanjang sungai yang mengarah ke Desa Joho. Terlebih adanya tiang penyangga di tengah-tengah jembatan penghubung sungai, yang memperparah terjadinya banjir.
Banjir ini tidak hanya satu dua kali. Bahkan setiap musim hujan tiba, Desa Joho selalu menjadi langganan banjir, bahkan bisa sampai tiga kali banjir dalam setiap tahunnya, urai Jumali.
Atas kejadian itu, sedianya Pemerintah Desa Joho telah berulang kali mengajukan perbaikan jembatan. Hanya saja hingga tahun kedelapan pengajuannya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk urung juga merealisasikan perbaikan jembatan.
Dua tahun sejak saya menjadi kepala desa sudah mengusulkan ke (Dinas) PUPR untuk melakukan perbaikan jembatan di dekat jalan raya. Namun hingga tahun kedelapan pengajuan itu belum juga terealisasi, aku Jumali.
Padahal, menurut Jumali, setiap banjir tiba, petugas dari Dinas PUPR dan BPBD sering terjun ke lokasi untuk melihat langsung penyebab terjadinya banjir. Bahkan mereka juga melakukan survei pada jembatan yang dinilai warga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.
Sering survei. Bahkan setiap banjir Kepala Dinas PUPR Nganjuk sering datang ke lokasi, ucap Jumali.
Jumali berharap, Dinas PUPR dan pihak terkait tidak sekadar hadir dan membersihkan sampah saat banjir tiba, namun mereka diharapkan dapat merealisasikan perbaikan jembatan, sehingga banjir bisa diminimalisir.
Harapan saya, secepat mungkin, sesegera mungkin bajulan (penyangga di tengah-tengah jembatan) yang menghambat selangkrah itu bisa dibuang, sehingga banjir tidak lagi menggenangi Desa Joho, pungkas Jumali.
(AWA)