Kades Banarankulon (rompi orange) saat ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana desa periode 2020-2023 |
NGANJUK, JAVATIMES -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Nganjuk secara resmi menetapkan Kepala Desa (Kades) Banarankulon, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, Mujiono menjadi tersangka.
Mujiono ditetapkan tersangka setelah terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) periode 2020-2023 yang menelan kerugian negara senilai ratusan juta.
Ditahan 20 Hari
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nganjuk, Ika Mauluddhina membenarkan penetapan tersangka Kades Banarankulon, Mujiono itu atas kasus dugaan korupsi DD periode 2020-2023.
Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, tim penyidik menetapkan Mujiono sebagai tersangka dan melakukan penahanan rutan selama 20 hari, terhitung sejak 9 sampai 28 Desember 2024, ucap Ika kepada Javatimes, Senin (9/12/2024) sore.
Rugikan Negara Rp 337juta
Menurut Ika, Mujiono diduga melakukan pengurangan volume pembangunan di 19 titik, yang menyebabkan kerugian negara senilai lebih dari Rp 337juta.
Berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik Nur Shodiq & Partners Surabaya, ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 337.352.896.64 dengan meliputi 19 kegiatan pembangunan yang dalam pelaksanaanya memiliki kekurangan volume, urai Ika.
Salah satu kegiatan yang terjadi pengurangan volume pekerjaan adalah pembangunan pendopo Desa Banarankulon.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan pendopo itu belum memiliki dokumen perencanaan dan dokumen teknis, kata Ika.
Selain tidak memiliki dokumen perencanaan dan teknis, lanjut Ika, pendopo tersebut juga dianggarkan berulang kali.
Pembangunan pendopo telah selesai dibangun pada tahun 2021 hingga pertengahan 2022, namun pada tahun 2023 masih terdapat pencairan pembangunan pendopo, sehingga total pencairan untuk pembangunan pendopo sebesar Rp760.007.850.00. Sedangkan berdasarkan hasil audit pembangunan pendopo hanya sebesar Rp621.936.488.44, imbuh Ika.
Dikerjakan Sendiri
Sementara untuk 18 kegiatan sisanya, oleh Mujiono dikerjakan sendiri, baik dari pengelolaan anggaran hingga pelaksana kegiatan. Termasuk pembelian bahan material, upah tukang, hingga tanpa melibatkan perangkat desa lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami juga menemukan nota dan stempel fiktif dalam pelaporan pertanggungjawabannya, beber Ika.
Uang hasil dugaan korupsi itu, lanjut Ika, oleh Mujiono digunakan untuk kebutuhan sehari-hari hingga untuk pembelian aset-aset.
Uang hasil korupsi ini (oleh) tersangka digunakan untuk kepentingan pribadi, yang mana dia membeli aset-aset untuk dirinya sendiri kemudian dia untuk usaha milik pribadi sendiri, beber mantan Kajari Kepahiang, Bengkulu
Ancaman untuk Mujiono
Atas perbuatannya, Mujiono terancam dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1990 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, Subsider: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2001.
Tersangka terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun, tandas Ika.
(AWA)