Proyek normalisasi plengsengan sungai di Desa Demangan, Kecamatan Tanjunganom |
NGANJUK, JAVATIMES -- Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) melakukan normalisasi plengsengan sungai di Kecamatan Tanjunganom.
Berdasarkan papan proyek yang terpasang di lokasi menyebutkan bahwa pekerjaan tersebut berada di Desa Sambirejo, yakni mulai Dusun Putat Malang sampai Dusun Bendo.
1. Pengakuan Warga Sambirejo
Sayangnya, menurut pengakuan sejumlah warga Sambirejo, pekerjaan tersebut tidak berada di lingkungannya, melainkan Desa Demangan, Kecamatan Tanjunganom.
Kalau plengsengan itu masuk Dusun Bendo, Desa Demangan, kata warga Desa Sambirejo, Wahyu Sudiantoro, Senin (11/11/2024) sore.
Oleh karena tidak dibangun di lingkungannya, menurut Wahyu, normalisasi plengsengan yang sudah selesai itu belum juga bisa difungsikan.
Hal itu disebabkan banyaknya sampah dan tumpukan tanah di sungai Dusun Putat Malang, Desa Sambirejo, yang merupakan titik awal tersalurnya air sungai menuju Dusun Bendo, Desa Demangan.
Pembangunan plengsengan itu ya tidak berfungsi. Karena kalau Dusun Bendo yang dibangun duluan, air tidak bisa lancar, karena tersumbat di wilayah Dusun Putat Malang, tutur pria berusia 54 tahun tersebut.
Di Putat Malang itu banyak kotoran plastik, sampah-sampah, dan semak-semak yang masuk di sungai. Jadi otomatis air yang dari arah Sambirejo itu mau ke (Dusun) Bendo tidak bisa lancar. Percuma saja itu kalau dibikin plengsengan di Dusun Bendo, tambahnya.
Sebagai akibatnya, kata Wahyu, air hujan atau air yang mengalir ke sungai akan meluber ke jalan.
Kalau air hujan datang atau air sungai mengalir, itu dampaknya air meluap atau meluber ke jalan, sehingga tidak bisa masuk ke wilayah (Dusun) Bendo. Karena terdampak adanya kotoran-kotoran yang di sungai itu, sehingga pemerintah percuma melakukan pembangunan karena tidak ada gunanya, ucap Wahyu mengulangi pernyataannya.
Di sisi lain, Wahyu menilai bahwa pekerjaan normalisasi sungai itu tak seberapa bagus. Hal itu dikarenakan gorong-gorong lama tak ikut dibongkar.
Kalau menurut saya itu bangunannya kurang pas. Karena apa, seharusnya gorong-gorong yang lama itu dibongkar dan pondasinya harusnya disamakan, karena masih ada gorong-gorong yang masih rendah jadi airnya tidak bisa lancar juga, ungkapnya.
Untuk saya pribadi, ya, fisiknya kurang bagus. Harusnya saluran air yang ada gorong-gorongnya itu harus dibongkar biar lancar airnya, apalagi kondisi plengsengan bergelombang, bebernya.
Wahyu berharap, normalisasi plengsengan yang sudah selesai itu bisa segera diperbaiki dan sungai di wilayah Desa Sambirejo segera ada perbaikan.
Kalo harapan warga ya harus dibenahi mas, semennya ditambahi lagi diteplok lagi biar rata, pungkasnya.
2. Sekretaris Desa Sambirejo
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Desa Sambirejo, Awan Dwi Fauzi. Pria asli Desa Sambirejo itu mempertanyakan adanya papan proyek yang mencatut nama desanya untuk normalisasi sungai yang bersumber dari uang negara.
Yang jelas untuk masyarakat sendiri pasti nggak menerima, karena yang jelas masyarakat kan tahunya ada papan nama yang mencatut dusun masyarakat itu sendiri. Tapi buktinya tidak ada gitu loh, jadi mereka mempertanyakan itu, bahkan dari masyarakat sendiri ini (tanya), gimana kok bisa sampai seperti ini, ucap Awan.
Kalau memang tertulis plengsengan Dusun Putat Malang sampai Dusun Bendo, seharusnya kan fisiknya ada di Putat Malang juga, kok ini nggak ada, kita juga kan bingung menjelaskan ke masyarakat, imbuh Awan
Mirisnya lagi, kata Awan, dengan adanya pencatutan nama desanya, tidak ada satu pun dari pihak terkait yang melakukan koordinasi terhadap Pemerintah Desa Sambirejo.
Saat ini nggak ada ya, kemarin juga nggak ada (koordinasi) terkait proyek ini, itu juga bisa diklarifikasi ke Desa Sambirejo sendiri, Pak Kades maupun perangkat desa yang lain, apalagi Pak Kasun Putat Malang kemarin juga marah-marah, itu kenapa dusun saya kok diikut-ikutan padahal nggak ada bangunan seperti itu, ucap Awan menirukan pernyataan Kasun Putat Malang.
3. Kepala Dusun (Kasun) Bendo, Demangan
Hal serupa juga dikeluhkan oleh Kepala Dusun (Kasun) Bendo, Desa Demangan, Kecamatan Tanjunganom, Aris Dwi Jatmiko.
Pria berumur 35 tahun itu menyatakan bahwa sejak awal hingga pembangunan selesai dikerjakan tidak ada pihak dinas terkait maupun dari pelaksana pekerjaan yang meminta izin kepada dirinya.
Terlebih bangunan yang selesai dibangun baru-baru ini pun tak bisa dimanfaatkan optimal oleh masyarakat tempat tinggalnya.
Ndak bisa normal, pak, masalahnya airnya belum bisa lewat. Soalnya di (sungai) Putat Malang belum diplengseng, masih dangkal, bebernya.
Sekadar informasi, normalisasi plengsengan di Desa Demangan itu digarap oleh CV Risandi dengan menggunakan ABPD tahun 2024. Nilai pekerjaannya lebih dari Rp 188juta.
(Tim)