Anang Hartoyo dan tangkapan layar YouTube KPU Kabupaten Nganjuk |
NGANJUK, JAVATIMES -- KPU Kabupaten Nganjuk memutuskan debat perdana Pemilihan Bupati (Pilbup) Nganjuk digelar di Surabaya pada Rabu malam (16/10/2024).
Untuk memudahkan masyarakat dapat menyaksikan gelaran debat tersebut, KPU Nganjuk menyiarkan secara langsung melalui laman resmi YouTubenya bernama KPU Nganjuk.
Sayangnya niatan positif tersebut disambut berbeda oleh kebanyakan masyarakat Nganjuk.
Terbukti dari tayangan yang disiarkan KPU Nganjuk, hanya mampu menyedot 9,2 ribu penonton. Padahal jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Kabupaten Nganjuk mencapai 852.679.
Merespon angka tersebut, pengamat politik dan hukum Kabupaten Nganjuk Anang Hartoyo, S.H., M.H. menilai ada beberapa faktor yang memengaruhi minimnya minat masyarakat Nganjuk untuk menonton debat tersebut.
Pertama, karena sejak awal KPU Nganjuk tidak merinci siapa yang akan menjadi panelis dalam acara tersebut, ucap Anang Hartoyo Rabu malam (16/10/2024).
Anang menyatakan, keberadaan panelis dalam debat dapat memengauhi dan meningkatkan minat masyarakat untuk menonton jalannya debat.
Tentu yang menjadi pertimbangan adalah latar belakang mereka (panelis). Kalau sedari awal masyarakat tidak tahu siapa yang menjadi panelis, kemudian juga tidak tahu latar belakangnya seperti apa, ya masyarakat pasti ogah-ogahan melihat debat, bukan tidak mungkin masyarakat akan berpandangan jika KPU asal-asalan dalam menggelar debat, ucap Anang.
Kedua, soal tema debat. Lagi-lagi, kata Anang, sedari awal KPU Nganjuk tidak menjelaskan secara spesifik dalam akun resminya soal tema yang diangkat dalam debat Pilbup Nganjuk.
Salah satu alasan masyarakat ingin melihat debat ya karena bersinggungan dengan kehidupannya. Kalau KPU Nganjuk tidak menjelaskan apa tema dan subtemanya, masyarakat juga malas menonton. Masyarakat ini kebanyakan malas main tebak-tebakan, mereka ingin diberi informasi secara detail, sehingga bisa membuka wawasan mereka sejak sebelum dimulainya debat, tutur pengacara muda asal Nganjuk itu.
Ketiga, soal aksesibilitas yang tidak merata. Anang menyebut tidak semua masyarakat di daerah memiliki akses yang memadai terhadap internet, perangkat digital, atau kemampuan literasi digital yang baik.
Ini tentu menciptakan ketimpangan dalam partisipasi politik, di mana hanya mereka yang memiliki akses teknologi yang bisa ikut terlibat dalam debat publik, imbuh Anang Hartoyo.
Keempat, terbatasnya ruang interaksi langsung. Meskipun dalan platform YouTube terdapat kolom komentar, namun cenderung bersifat satu arah.
Walaupun terdapat kolom komentar, interaksi yang terjadi tidak seefektif dialog tatap muka. Hal ini dapat mengurangi kualitas partisipasi publik dan diskusi yang produktif, ucap Anang.
Di sisi lain, Anang juga menyoalkan titik lokasi gelaran debat pertama Pilbup Nganjuk yang dilakukan di luar daerah.
Anang berpandangan, akan ada resiko pelanggaran prinsip demokrasi dan pelanggaran hukum yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu, UU Pilkada, dan Peraturan KPU.
1. Pelanggaran Prinsip Netralitas
Salah satu landasan hukum KPU adalah menjamin proses pemilu yang bebas, jujur, dan adil.
Jika debat dilakukan di luar daerah pemilihan, bisa muncul tuduhan bahwa KPU tidak netral, karena memfasilitasi proses yang tidak sesuai dengan konteks lokal. Pemilih dan kandidat lokal bisa merasa dirugikan, karena tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berinteraksi langsung, aku Anang.
2. Ketidaksesuaian dengan UU Pemilu dan Peraturan KPU
KPU diatur oleh UU dan peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu di tingkat daerah, termasuk proses debat publik.
Jika debat dilakukan di luar wilayah pemilihan tanpa alasan yang kuat dan tanpa landasan hukum yang jelas, KPU bisa dianggap melanggar ketentuan yang ada. Hal ini bisa menimbulkan gugatan hukum atau kritik dari masyarakat, partai politik, atau pengamat Pilkada, sambung Anang.
3. Kurang Efektif dalam Pengawasan dan Pengendalian
KPU bertanggung jawab untuk memastikan bahwa debat publik berlangsung secara adil dan transparan.
Mengadakan debat di luar daerah pemilihan bisa mempersulit KPU dan Bawaslu dalam mengawasi dan mengendalikan jalannya debat, terutama dalam hal keterlibatan masyarakat lokal, sehingga ada risiko bahwa debat menjadi lebih simbolis daripada bermakna, beber Anang.
Anang berharap, pada debat kedua nanti, KPU Nganjuk bisa mengevaluasi adanya kekurangan tersebut. Sehingga target mereka dalam partisipasi publik bisa tercapai.
KPU Nganjuk masih ada waktu untuk berbenah, jadikan catatan debat pertama sebagai evaluasi. Dengarkan masukan dan suara masyarakat. Salah mengambil keputusan akan dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan terhadap penyelenggara Pilkada, tutup Anang.
(AWA)