Kepala Desa Ikut Kampanye, Dapatkah Terjerat Pidana? -->

Javatimes

Kepala Desa Ikut Kampanye, Dapatkah Terjerat Pidana?

javatimesonline
09 Oktober 2024
Prayogo Laksono, S.H., M.H.

OPINI, JAVATIMES -- Akhir-akhir ini masyarakat kabupaten Nganjuk digegerkan adanya informasi soal salah satu kepala desa (Kades) yang diduga ikut terlibat mengampanyekan salah satu pasangan calon (Paslon) Pilkada Nganjuk.


Kekinian, Bawaslu Nganjuk pun telah memberikan keterangan soal dugaan keterlibatan oknum Kades tersebut dalam kampanye Pilkada Nganjuk 2024.


Dalam keterangannya, Bawaslu Nganjuk menyatakan bahwa oknum Kades tersebut terbukti melanggar Pasal 29 huruf (b) Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Berdasarkan hasil penanganan pelanggaran Bawaslu Kabupaten Nganjuk merekomendasikan temuan dengan Nomor 01/TM/PB/Kab/16 25/X/2024, kepada Pj Bupati Nganjuk dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Nganjuk, tulis Bawaslu Nganjuk dalam press rilisnya, Senin (7/10/2024).


Atas kesimpulan tersebut, lantas apa sanksi yang akan diberikan oleh Pj Bupati Nganjuk? Apakah nantinya oknum Kades tersebut bisa dipidana?


Untuk mengetahui apakah perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dilarang bagi Kades, maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu larangan-larangan bagi kepala desa yang diatur dalam pasal 29 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

Perlu diketahui bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang kepala desa dilarang: 

  1. Merugikan kepentingan umum; 
  2. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; 
  3. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; 
  4. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; 
  5. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; 
  6. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; 
  7. Menjadi pengurus partai politik;
  8. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
  9. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
  10. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
  11. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
  12. Meninggalkan tugas selama 30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

 

Kemudian dalam Pasal 30 UU tentang Desa mengatur ketentuan bahwa Kades yang melanggar larangan di atas akan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. 


Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

 

Perbuatan Kades yang membuat kebijakan untuk mengajak warga di desanya agar mendukung atau memilih salah satu calon  peserta pemilu dapat saja dianggap membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu atau merupakan keterlibatan Kades dalam politik praktis Pemilu. 


Akan tetapi, tentu hal tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu oleh lembaga yang berkompeten yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).


Sementara, arti kampanye menurut Pasal 1 angka 35 UU 7/2017 adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.

 

Jadi, pada dasarnya Kades sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa tidak boleh ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum Selain itu, juga kepala desa tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.

 

Lebih lanjut adakah sanksi pidana atas perbuatan kepala desa yang terlibat aktif dalam Pemilu??

 

Penulis berpendapat bahwa merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017, tindakan seorang Kades yang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilihan Umum (“Pemilu”) dalam masa kampanye termasuk kategori tindak pidana Pemilu, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 490 UU 7/2017.

 

Dimana setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

 

Yang dimaksud dengan tindak pidana Pemilu menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum (“Perma 1/2018”) adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU 7/2017, Tentang Pemilihan Umum.

 

Jadi menurut UU 7/2017 pada dasarnya Kades sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, tidak boleh ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dengan membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye, Kepala desa yang melakukan tindakan tersebut, dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis berdasarkan pasal 29 dan atau Pasal 30  UU Nomor 6 Tahun 2014.


Serta sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum (“Perma 1/2018”) adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU 7/2017.




Penulis: Prayogo Laksono, S.H., M.H.

Komisaris PT Media Bersama Laksono (Javatimes)