Sidang Kasus Dugaan Korupsi PDAU Nganjuk Berlanjut, Benarkah Ada Tambahan Tersangka? -->

Javatimes

Sidang Kasus Dugaan Korupsi PDAU Nganjuk Berlanjut, Benarkah Ada Tambahan Tersangka?

javatimesonline
21 Mei 2024

Saksi ahli yang dihadirkan JPU Kejari Nganjuk saat menyampaikan pendapatnya

SURABAYA, JAVATIMES -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya kembali melanjutkan sidang dugaan korupsi Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Nganjuk dengan kerugian negara Rp 1 miliar.


Dalam persidangan yang berlangsung Senin, 20 Mei 2024 itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk menghadirkan tiga saksi ahli. Di antaranya Karsono (Ahli Pengadaan Barang dan Jasa), Hermawan (Ahli Auditor), dan Taufikurrahman (Ahli Hukum Pidana Universitas Airlangga).


Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk sekaligus JPU dalam perkara ini, Apriady Miradian mengatakan, ketiganya dihadirkan dalam kapasitasnya untuk menguatkan dakwaan yang disangkakan kepada terdakwa Jaya Nur Edi.

Intinya apa yang dijelaskan ahli pengadaan barang dan jasa, ahli auditor, dan ahli pidana sudah memenuhi unsur pidana yang kami dakwakan, kata JPU Apriyady usai persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (20/5/2024).


Apriyady melanjutkan, PDAU di bawah kepemimpinan Jaya Nur Edi tidak membuat SOP sebagai dasar pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari anggaran negara.

Pada intinya yang disampaikan (Bapak Karsono), di manapun yang konteksnya pengadaan barang dan jasa pemerintah, sepanjang sumber dananya dari keuangan negara atau daerah, itu tentunya harus tunduk kepada peraturan atau regulasi pengadaan barang dan jasa, ujar Apriyady.


Regulasi itu kata Apriyadi, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dan Perpres 20 tahun 2021.

Terdakwa Jaya Nur Edi (kemeja putih) bersama kuasa hukumnya Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc. 

Lebih jauh, Apriyady menguraikan bahwa apa yang dipaparkan ahli auditor dalam persidangan juga merupakan rangkaian adanya dugaan kerugian negara.

Kami dalam hal ini menunjuk dan memilih serta menghadirkan di persidangan terhadap auditor independen yang kami pilih, kami percaya betul hasil kami adalah benar, urainya.


Meski begitu, ia tidak keberatan jika nantinya pihak pengacara terdakwa akan melayangkan keberatan melalui sidang berikutnya.

Jika memang ada bantahan atau keberatan atau (ditemukan) ada selisih, nanti pengacara (terdakwa) bisa menghadirkan ahli lain. Biar hakim yang mempertimbangkan pendapat dari kedua ahli tersebut, bebernya.


Diakui Apriyady, persoalan yang menyeret Jaya Nur Edi dimungkinkan akan ada tersangka baru. Hanya saja, hal itu masih menunggu hasil putusan majelis hakim.

Kita lihat apakah ada pertimbangan hukum di dalam putusan majelis hakim nanti. Kalau memang di situ ada tertulis limitati secara langsung mau tidak mau kami harus membuka penyidikan baru terkait apa pendapat hukumnya hakim, pungkasnya.


Sementara itu, Wahju Prijo Djatmiko ketua tim penasihat hukum Jaya Nur Edi menilai jika pendapat tiga ahli yang dihadirkan oleh JPU sangat menguntungkan posisi hukum kliennya.


Terlebih soal adanya selisih perhitungan yang tidak sesuai, sebagaimana yang dipaparkan oleh saksi ahli auditor.

Saya melihat itu ada suatu keanehan (soal selisih penghitungan sejumlah Rp 15juta yang dilakukan saksi ahli auditor), beber Wahju.


Oleh karena itu, untuk menganulir pandangan saksi ahli auditor yang dihadirkan JPU, maka pihak terdakwa akan mendatangkan sejumlah saksi hingga ahli dalam persidangan berikutnya.

Ya, kita akan mendatangkan ahli juga, dan saksi-saksi yang meringankan juga, tandas Wahju.



(AWA)