Marhaen Djumadi Contoh Pemimpin yang Melayani -->

Javatimes

Marhaen Djumadi Contoh Pemimpin yang Melayani

javatimesonline
30 Mei 2024

Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., G.Dipl.IfSc., S.S., pengamat politik sekaligus Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia

OPINI -- Menjadi kepala daerah (Kada),  seperti halnya bupati atau walikota atau gubernur pada zaman now sangat berbeda dengan pada era tahun 1970-2000-an. 


Seorang Kada saat ini tidak hanya menggunakan otoritas (power) yang dimiliki, tetapi juga menggunakan pengaruhnya untuk menggerakkan bawahannya dan orang lain yang dipimpinnya. 


Sebagai seorang pemimpin dalam menjalankan perannya, ia akan berhadapan dengan segala macam karakter, perilaku dan tingkat kematangan kepribadian bawahan dan kelompok masyarakat yang dilayaninya.


Pada era globalisasi ini, model kepemimpinan yang melayani barangkali menjadi alternatif yang diidamkan oleh masyarakat luas tak terkecuali bagi masyarakat Kabupaten Nganjuk. 


Pencetus Pola Kepemimpinan yang Mengabdi

Orang pertama yang mencetuskan pola kepemimpinan yang mengabdi ialah Robert Greenleaf (1904-1990). Pola ini lebih dikenal dengan servant leadership


Model kepemimpinan yang melayani ini merupakan suatu tipe kepemimpinan yang mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya. Orientasinya adalah semangat melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi pada layer moral spiritual. 


Servant Leader

Seorang servant leader adalah seseorang yang memiliki naluri kuat untuk melayani, mengabdi yang senantiasa meletakan seluruh potensi yang ada pada dirinya serta kekuasaan yang disandangnya demi “ke -dia/mereka- an bukan untuk kepentingan  “ke-aku-annya”. 


Karakteristik Servant Leader

Secara teoritik ada beberapa karakteristik yang bisa diamati atau dirasakan dari pola kepemimpinan yang melayani ini. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah adanya kemauan untuk sudi mendengarkan apa yang dimaui oleh mereka yang dipimpinnya.  


Ia adalah pendengar yang baik. Ia tak segan-segan turun berbaur dengan masyarakat guna menangkap apa yang sejatinya diharapkan masyarakat luas dan bawahannya. 


Ia juga menaruh empati yang tinggi pada mereka yang dipimpinnya. Sehingga tak ayal lagi, akibat beranekaragamnya kelompok sosial yang ia layani menjadikan dirinya harus memahami setiap social setting yang ada pada masyarakat. 


Karakteristik yang lain dari servant leadership adalah dimilikinya kemapuan persuasif dan kejeliannya untuk tidak memilih kebijakan yang bisa merugikan kepentingan umum serta pribadinya yang terbuka yang bisa ‘menerima’ apapun ‘warna’ masyarakat yang dilayaninya. 


Filosofi Servant Leadership 

Sebagai sebuah filosofi kepemimpinan kekinian, servant leadership mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat luas, tentunya dalam perspektif Kada ini berkaitan dengan persoalan APBD. 


Pastinya, ia akan mendorong dan menjaga bahwa APBD senantiasa akan pro rakyat (pro masyarakat). Filosofi ini berlandaskan pada gagasan bahwa Kada  senantiasa melayani masyarakatnya dengan menempatkan APBD sebagai milik masyarakat. 


Ia menempatkan kebutuhan publik sebagai prioritas utama yang wajib terpenuhi, dan berusaha menciptakan lingkungan yang memungkinkan setiap orang berkembang pesat sesuai kodratnya. Ia tidak termotivasi oleh kekuasaan atau status, sebaliknya, dirinya selalu berupaya untuk membuat kondisi positif dalam kehidupan orang lain.


Contoh Servant Leadership 

Pemimpin yang melayani memimpin dengan keteladanan. Ia menjalani nilai-nilai yang ingin mereka lihat pada bawahan dan masyarakatnya. Ia selalu tunjukkan integritas, kerendahan hati, dan komitmen yang kuat terhadap tujuan bersama. 


Ia senantiasa terbuka terhadap umpan balik dan bersedia untuk belajar dari orang lain. Dalam catatan penulis, Kabupaten Nganjuk pernah memiliki model kepemimpinan ini, yakni ketika Kabupaten Anjuk Ladang ini dipimpin oleh Dr. Marhaen Jumadi.



Penulis: Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc., G.Dipl.IfSc., S.S. 

Penulis adalah pengamat politik sekaligus Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia