Empat Fakta Sidang Kasus Dugaan Korupsi PDAU Nganjuk: Anggota Dewas Hutang Dana Penyertaan Modal -->

Javatimes

Empat Fakta Sidang Kasus Dugaan Korupsi PDAU Nganjuk: Anggota Dewas Hutang Dana Penyertaan Modal

javatimesonline
15 Mei 2024

Sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam perkara dugaan korupsi dana penyertaan modal saat diambil sumpah

SURABAYA, JAVATIMES -- Sejumlah fakta terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menjerat bekas Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Nganjuk, Senin (13/5/2024).


Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi perkara dugaan korupsi dana penyertaan modal di Pengadilan Tipikor Surabaya tersebut, majelis hakim menilai jika apa yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) bisa jadi sebagai penyebab terjadinya persoalan di tubuh PDAU Nganjuk.


Berikut sejumlah fakta yang muncul dalam persidangan tersebut.

1. Meminjam Uang

Dalam kesaksiannya, Dewan Pengawas (Dewas) PDAU Gatot Sunarto, menyebut jika dirinya sempat meminjam sejumlah uang dari dana penyertaan modal PDAU Kabupaten Nganjuk tahun 2022.


Peminjaman itu, kata Gatot, ia ajukan kepada sang Dirut PDAU, Jaya Nur Edi sebesar Rp10 juta.

Benar (meminjam uang penyertaan modal PDAU sebesar Rp10juta). (Peminjaman saya ajukan) langsung ke Mas Dirut, beber Gatot.


Mendengar pengakuan Gatot, penasihat hukum terdakwa Jaya Nur Edi pun langsung menanyakan uang tersebut diserahkan oleh siapa. 


Gatot beralasan jika ia lupa dengan sosok yang menyerahkan uang pinjaman tersebut. Lebih-lebih ia juga tidak mengetahui bendahara PDAU saat Jaya Nur Edi menjabat sebagai Dirut.

Waduh, lupa saya, ucap Gatot.


Kalau bendaharanya tahu tidak? tanya penasihat hukum terdakwa.


Kurang tahu saya, jawab Gatot.


2. Pinjaman Hampir Lunas 

Gatot juga menjelaskan bahwa dari pinjaman tersebut, ia rutin mengangsur setiap bulan. Bahkan Gatot mengklaim bahwa pinjaman itu sudah hampir lunas. 

Itu peminjamannya mengangsur tiap bulan. In syaa Allah bulan ini selesai, urainya.

 

3. Beda Versi Target Keuntungan Perusahaan 

Kemudian Ketua Dewan Pengawas (Dewas) PDAU Gatut Sugiharto, yang turut dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi dana penyertaan modal dengan terdakwa eks Dirut PDAU Jaya Nur Edi mengatakan bahwa target PDAU pada tahun 2022 tidak terlampaui.


Sayangnya kesaksian itu langsung dibantah oleh penasihat hukum terdakwa. Menurut mereka, apa yang disampaikan saksi Gatut tidak sesuai dengan kontrak kinerja direksi.

Apakah saudara saksi tahu terkait dengan target keuntungan pada PDAU tahun 2022? tanya penasihat hukum terdakwa.


Jadi targetnya diminta untuk mendatangkan PAD, jawab Gatut.


Berapa nominal yang ditetapkan pemerintah daerah pada waktu itu? tanya penasihat hukum terdakwa.


Jadi kelihatannya menurut laporan dari direktur utama saat itu mendapatkan laba sekitar Rp 90 juta, timpal Gatut


Itu labanya, targetnya berapa saudara saksi? tanya penasihat hukum terdakwa.


Targetnya di atasnya, jadi pas-nya saya lupa, kata Gatut.


Targetnya di atas Rp 90 juta? tanya penasihat hukum terdakwa mengulangi.


Iya, sambung saksi Gatut.


Sekadar mengingatkan targetnya Rp 39juta, tandas penasihat hukum terdakwa. 


4. Respon Hakim Terhadap Dewas

Belum selesai soal target keuntungan, lagi-lagi saksi Gatut dicecar dengan sejumlah pertanyaan, baik dari penasihat hukum terdakwa maupun majelis hakim. 


Bahkan ada momen saat majelis hakim menyebut jika apa yang dilakukan Dewas bisa jadi sebagai penyebab terjadinya persoalan di tubuh PDAU Nganjuk.


Hal itu terjadi saat saksi Gatut yang juga menjabat sebagai Kepala Dispendukcapil Nganjuk ditanya soal tugas-tugasnya sebagai Dewas PDAU Nganjuk. 

(Tugas Dewas PDAU, pertama) melaksanakan pengawasan terhadap PDAU. Kedua, mengawasi dan memberi masukan terhadap direksi dalam rangka pengurusan PDAU, urai Gatut.


Pengakuan tersebut, lantas direspon majelis hakim dan penasihat hukum terdakwa dengan sejumlah pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan Dewas PDAU di bawah kepemimpinan Jaya Nur Edi.

Kami memberikan saran kepada direktur utama agar semua yang dilakukan berpedoman pada Perda. Kedua, kelengkapan-kelengkapan yang belum ada, terkait dengan SOP, terkait dengan struktur organisasi, termasuk hal-hal lain supaya segera dipenuhi, beber Gatut.


Hanya saja, kata Gatut, seluruh yang dilakukannya bersama dengan anggota Dewas yang lain sekadar melalui lisan tanpa ada pemberitahuan tertulis.

Belum (pernah membuat surat tertulis dari Dewas untuk direksi). (Di kepemimpinan Jaya Nur Edi sekadar penyampaian) lisan, ujar Gatut.


Tak pelak pengakuan itu langsung direspon oleh majelis hakim. Mereka menyebut bahwa apa yang dilakukan Dewas bisa jadi sebagai penyebab terjadinya persoalan di tubuh PDAU Nganjuk.

 Bagian dari masalah ini, ya pengawasan tidak berjalan, ujar hakim anggota.  


 



(AWA)