Rendahnya Gaji Dosen, Kelemahan Serius Sistem Pendidikan -->

Javatimes

Rendahnya Gaji Dosen, Kelemahan Serius Sistem Pendidikan

javatimesonline
28 Februari 2024
Prof. Dr. Oscarius Y.A Wijaya, M.H., M.M., CLI.

OPINI -- Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat menegaskan bahwa tujuan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang merupakan tujuan pendidikan nasional, menggambarkan cita-cita mulia seluruh bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan di seluruh penjuru Indonesia demi tercapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang cerdas.


Secara umum dan singkat dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan sebagai salah satu backbone pendidikan adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui pengembangan kemampuan fisik, sosial, intelektual, dan emosional.


Prosesnya, sepanjang waktu dan terus-menerus tanpa henti para stakeholder di bidang ini selalu terlibat dalam perumusan konsepsi tentang apa yang harus diketahui dan dilakukan peserta didik untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan, sehingga menghantarkan kepada kesuksesan.


Stakeholder di sini adalah semua pihak yang punya kepentingan terhadap kemajuan dan keberhasilan tujuan pendidikan, termasuk salah satunya adalah dosen sebagai tenaga pendidik di lingkungan pendidikan tinggi.  Itu artinya, dosen adalah bagian terpenting dari instrumen utama dalam sistem pendidikan tinggi, sehingga sudah seharusnya perhatian khusus diberikan untuk kalangan dosen.


Tujuan pemberian perhatian khusus tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peran sentral dosen dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan tinggi itu sendiri.   Dosen bagian dari sistem operasi yang terintegrasi dalam menghasilkan output dan outcome pendidikan berkualitas.  


Oleh karenanya, ketika sistem pendidikan abai terhadap berbagai persoalan yang bersangkutan dengan dosen, maka dapat dipastikan sistem pendidikan tersebut sedang dalam masalah yang sangat serius.


Sistem pendidikan yang demikian jelas sedang menciptakan “mesin” pendidikan yang tidak dapat diharapkan berfungsi optimal bahkan ala kadarnya atau di bawah standar.  Bagaimana tidak, operasional pendidikan yang diharapkan berujung pada output dan outcome pendidikan berkualitas, hanya akan dapat terselenggara dengan baik apabila didukung dengan tingkat kompetensi tinggi, yang hanya dapat terealisasi apabila diimbangi dan didorong oleh tingkat kesejahteraan dosen yang cukup dan memadai secara finansial.


Ironisnya, apabila pada satu sisi dosen diberikan beban kerja yang mengharuskan publikasi di jurnal nasional dan Internasional serta membuat buku yang juga membutuhkan biaya, tingkat kesejahteraannya masih minim. 


Terlebih lagi, apabila dosen menerima dana penelitian, laporan pertanggungjawabannya dirasa begitu detail dan rumit sehingga menjadi kendala tersendiri bagi profesi dosen.


Profesi dosen sebagaimana profesi lainnya (dokter, pengacara, notaris, dan lainnya), yang dalam melaksanakan pekerjaannya sangat mengandalkan fungsi kognitif yang kompleks, jauh berbeda dibanding pekerjaan yang hanya mengandalkan fisik.


Tetapi faktanya, masih banyak sekali dosen yang gajinya di bawah UMR, salah satunya sebagai dampak dari sebagian yayasan yang profit oriented dengan beragam alasan. 


Realitas semacam ini menuntut bahwa semestinya negara hadir dengan menetapkan gaji dosen minimum yang harusnya di atas UMR, mengingat untuk menjadi dosen syaratnya adalah minimum berpendidikan S2 dan wajib melanjutkan S3 dengan biaya yang tidak murah.


Profesi dosen adalah kreator dari profesi lain. Tidak satupun profesi lain, pejabat negara bahkan presiden sekalipun, dapat menjadi seperti hari ini tanpa melalui proses tempaan pendidikan dari seorang dosen. Sebagaimana profesi lainnya, profesi dosen adalah officium nobile atau profesi mulia.


Mungkin saja penetapan standar gaji dosen di atas UMR akan menimbulkan gejolak tersendiri bagi internal tata kelola cash flow dari sebagian yayasan pendidikan tertentu, tetapi hal seperti itu wajar saja terjadi. 


Justru kebijakan seperti ini akan menjadi alat selektif bagi penyelenggara pendidikan untuk membentuk standar penyelenggaran pendidikan yang qualified, termasuk dalam mengelola SDM penyelenggaraan pendidikan, sehingga sistem operasional pendidikan dapat berjalan optimal.


Yayasan penyelenggara pendidikan akan dituntut melakukan kalkulasi ulang (rekalkulasi) terhadap seluruh biaya operasional pendidikan, yang tentu saja tidak lagi abai dengan kesejahteraan dosen.  


Jadi kebijakan pemerintah negara yang mendorong standarisasi gaji dosen di atas UMR, logikanya dan mestinya secara otomatis akan mampu menjadi trigger dan katalisator terhadap perbaikan penyelenggaraan sistem operasional pendidikan yang lebih bermutu, yang dimulai dari perbaikan sistem pengelolaan SDM pendidikan dengan lebih memperhatikan kesejahteraan dosen.


Jadi, dengan kata lain dampak standarisasi gaji dosen di atas UMR akan memperbaiki perilaku yayasan penyelenggara pendidikan dari mulai hulu hingga hilir. Mulai dari perencanaan penyelenggaraan pendidikan sampai bagaimana mengelola operasional pendidikan, termasuk keterlibatan dosen yang lebih qualified dan lebih fokus pada operasional penyelenggaraan pendidikan, sampai pada tingkatan dimana penyelenggaraan pendidikan akan dikelola jauh lebih serius, tidak asal-asalan, termasuk tidak asal jalan dan tidak sekedar berorientasi pada profit semata.


Kewajiban pemberian gaji di atas UMR akan membuat yayasan penyelenggara pendidikan menghitung ulang berapa biaya pendidikan yang ditetapkan, kemudian logikanya akan berusaha meningkatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan peningkatan biaya pendidikan, karena pasti peserta didik akan berharap kualitas layanan pendidikan setimpal dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan.  


Kebijakan seperti ini dapat diprediksi pada akhirnya juga akan memicu peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan, disamping tentu saja membuat tidak terlalu mudah bagi suatu yayasan untuk berniat menyelenggarakan layanan pendidikan, sehingga mencegah berdirinya suatu yayasan penyelenggara pendidikan yang asal-asalan dalam meyelenggarakan operasional pendidikan dan hanya berorientasi profit oriented semata.


Lebih dari itu semua, dosen adalah manusia yang juga harus dimanusiakan, tenaga pendidik yang sedang menjalankan profesi mulia mendidik generasi bangsa penentu masa depan bangsa dan negara.  Apabila tidak bisa memberikan balasan banyak karena jasa mulianya itu, setidaknya tidak harus mengabaikan kesulitan hidupnya.  


Negara saatnya menentukan posisi dimana seharusnya berpihak, harus tahu kapan mengambil sikap tegas terhadap ketidakseimbangan relasi antara profesi dengan pemberi kerja.


Yayasan pendidikan harus merubah paradigmanya, dosen adalah aset utama bagi operasional penyelenggaraan pendidikan yang qualified dan berkelanjutan, bukan sekedar mesin perah dan alat pencetak profit dari operasional pendidikan yang diselenggarakan ala kadarnya, asal berjalan dan sekedar untuk tujuan mendapatkan untung atau profit.  


Yayasan pendidikan harus kembali kepada tujuan utama penyelenggaraan pendidikan, di samping secara profesional tetap harus memperhatikan cash flow dalam penyelenggaraan operasional pendidikan.


Paradigma baru yang mengkedepankan kepentingan kesejahteraan dosen dalam tata kelola operasional pendidikan tinggi inilah, yang diharapkan nantinya membentuk wajah baru penyelenggaraan sistem operasional pendidikan tinggi yang lebih profesional, tertata dengan lebih baik, lebih berkualitas dan lebih menjamin keberlanjutan terselenggaranya sistem pendidikan tinggi yang kompetitif dan lebih mampu menjawab kebutuhan tantangan persaingan global.


Sebagai langkah konkrit, beberapa kebijakan bisa segera direalisasikan dan diimplementasikan oleh pemerintah atas nama negara dalam mengintervensi situasi yang tidak menguntungkan dan tidak kondusif bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, di antaranya:

  1. Pemerintah harus segera menetapkan aturan batas terbawah gaji untuk dosen dengan kualifikasi terendah harus di atas UMR sekian persen, sebagai pijakan untuk menentukan berbagai jenjang gaji dengan kualifikasi dosen yang berbeda.
  2. Melakukan audit tata kelola dan keuangan untuk memastikan kemampuan yayasan penyelenggara pendidikan dalam memenuhi standar gaji dosen sebagaimana yang ditentukan dalam aturan, termasuk dari berbagai praktik menyimpang terkait hubungan pelaku profesi dengan penyedia kerja profesi.
  3. Pemerintah harus menyertakan daya paksa dalam ketentuan aturan tersebut dengan berbagai alternatif konsekuensi sanksi, mulai dari memberikan tenggang waktu terbatas untuk penyesuaian cash flow untuk pemenuhan standar gaji, merger ataupun konsolidasi dengan yayasan dengan profil serupa tetapi ketika digabung mampu memenuhi ketentuan pemenuhan standar gaji atau diakuisisi oleh yayasan lain yang telah memenuhi standar gaji, perintah likuidasi atau pencabutan izin operasional pendidikan.
  4. Pemerintah haruslah menjamin profesi dosen mendapatkan kesejahteraannya guna menjamin cita-cita mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dosen merupakan salah satu pilar atau modal utama dalam mencapai tujuan Indonesia Emas 2045.



Penulis : Prof. Dr. Oscarius Y.A Wijaya, M.H., M.M., CLI.
Ketua Umum Forum Profesi Dosen Republik Indonesia (FPDRI)