M. Gading Setyawan, Sekretaris DPC Projo Kabupaten Jombang
JAKARTA, JAVATIMES -- Panasnya debat pemilihan presiden (Pilpres) ketiga yang berlangsung pada Minggu (7/1/2024) masih terasa hingga hari ini. Bukan hanya di kalangan tokoh politik saja, masyarakat yang turut menyaksikan pun turut angkat bicara terkait jalannya debat malam itu.
Termasuk diantaranya Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pro Jokowi (Projo) Kabupaten Jombang, M. Gading Setyawan.
M. Gading Setyawan menilai debat ketiga tersebut lebih fokus kepada saling serang antar capres. Menurutnya, tak masalah jika adanya saling serang, asalkan masih menyangkut visi dan kebijakan, bukan menyerang secara personal.
Terlebih dua mantan gubernur yang saat ini mencalonkan presiden yakni Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo ini sangat bernafsu tinggi untuk menyerang pribadi Prabowo Subiyanto, sehingga yang nampak keliatan dari debat kemarin hanyalah sebuah ambisi yang minim gagasan, ucap putra daerah Kabupaten Jombang.
Dikatakan M. Gading Setyawan, rekam jejak dari kedua paslon tersebut sejatinya tidak berjalan mulus dan sempurna. Di mana Anies Baswedan saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan di dalam kabinetnya Jokowi dipecat karena dinilai berkinerja buruk.
Kemudian saat menjadi Gubernur Jakarta juga sempat ada usulan untuk diberhentikan dari jabatan gubernur oleh DPR RI karena program yang ditawarkan tidak ada realisasi dan hanya berupa janji.
Ini kan bisa disimpulkan bahwa dia gagal dalam mengemban amanah sebagai Gubernur. Kata lainnya Gubernur tanpa kontribusi dan prestasi lah, urai M. Gading Setyawan.
Selanjutnya tentang Ganjar Pranowo. Saat menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar dinilai gagal dalam mengentaskan kemiskinan. Terbukti bahwa Provinsi Jawa Tengah termasuk punya peringkat tertinggi diangka kemiskinan. Belum lagi soal program-program yang gagal termasuk kasus Wadas.
Tapi dengan sombongnya seolah-olah paling pintar dan paling menguasai tentang anggaran menteri pertahanan dan meminta Prabowo menghadirkan stafnya apabila butuh bantuan untuk menjelaskan pertanyaan dari Ganjar, kata M. Gading Setyawan.
Ditambahkan M. Gading Setyawan, apa yang disampaikan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo dalam debat kemarin, seperti Menepuk air didulang, terpercik muka sendiri.
Berusaha untuk menjatuhkan lawan tapi kembali kepada dirinya, ini kan lucu, tandas pria yang saat ini berdomisili di Kecamatan Perak Jombang
Hal serupa juga disampaikan Bonar Sianturi, salah satu pimpinan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo.
Dikatakannya, pada debat Pilpres ketiga kemarin, khususnya pada pembahasan pembelian alutsista, sangat terlihat bahwa pasangan calon (Paslon) 01 dan 03 lebih mengedepankan nafsunya untuk membully paslon 02.
Tampak bahwa keduanya tidak tahu konsep keunggulan komparatif suatu negara. Ini sangat menyedihkan, karena keduanya adalah Capres. Lebih ironis lagi keduanya memberi nilai sangat jelek kepada Pak Prabowo yang sudah mengimplementasi konsep tersebut dengan sangat baik. Sementara Ganjar dan Anies dikenal sebagai mantan gubernur yang minim prestasi, ungkap Bonar Sianturi.
Pembelian alutsista canggih bekas saat ini, kata Bonar, merupakan suatu solusi yang sangat taktis untuk mempertemukan kebutuhan alutsista canggih yang dihadapkan dengan kondisi keuangan negara yang terbatas karena wabah Covid-19 dan kondisi bahwa saat ini Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif yang mumpuni sebagai negara produsen alutsista.
Keunggulan komparatif atau yang disebut juga comparative advantage merupakan keunggulan yang muncul karena menghasilkan suatu barang atau jasa dengan biaya peluang yang lebih rendah. Konsep tersebut penting untuk menjelaskan perdagangan internasional dan juga spesialisasi dalam produksi.
Keunggulan komparatif Indonesia saat ini adalah sumber daya alamnya, sehingga Indonesia sangat potensial dan bisa cepat meraih keunggulan di bidang pertanian, pertambangan, energi dan pariwisata.
Maka hilirisasi yang sudah dijalankan pemerintah sekarang memiliki daya ungkit yang luar biasa dalam pendapatan negara dan sangat potensial untuk bertumbuh secara eksponensial, beber Bonar.
Pertanyaannya, tambah Bonar, bisakah Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi sebagai produsen alutsista?
Ini mungkin bisa saja. Namun akan butuh waktu yang lama dan anggaran yang sangat besar, dibandingkan sektor pertanian, perkebunan, tambang, mineral, energi, yang sudah menjadi DNA kekuatan Indonesia. Contoh lain adalah Brazil yang dikenal sebagai produsen kopi dunia. Bisakah Brazil menjadi negara pengekspor spareparts mobil? Jawabnya, bisa saja. Namun untuk mewujudkannya akan membutuhkan waktu yang lama dan modal yang sangat besar, mengingat saat ini untuk memenuhi kebutuhan spareparts mobil di dalam negeri, Brazil harus mengimpornya dari berbagai negara, urai Bonar.
Kondisi saat ini, ujar Bonar, kapabilitas PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia masih sangat jauh dibandingkan dengan kapabilitas produsen di negara-negara dengan keunggulan komparatif di bidang alutsista canggih. Apakah TNI dan Polri harus menunggu dulu sampai PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia mampu memproduksi pesawat tempur dan kapal perang canggih? Tentu saja tidak. Kebutuhan tersebut sangat mendesak bagi pertahanan Indonesia. Mau tidak mau Indonesia harus membelinya dari negara-negara penghasil alutsista canggih.
Namun demikian, pemenuhan kebutuhan tersebut tentu saja akan berhadapan dengan keterbatasan anggaran, terlebih pada masa Covid-19 selama 2 tahun lebih. Maka pembelian alutsista bekas dengan usia pakai yang relatif muda atau sedikit, masih dalam kondisi optimal, dan masih bisa beroperasi dengan maksimal dalam kurun sedikitnya 20 tahun ke depan. Tentu hal ini menjadi solusi yang taktis. Harganya pun sudah jauh lebih murah, namun kondisinya tidak berbeda jauh dengan yang kondisinya masih baru.
Pembelian juga diklaim dilengkapi dengan transfer teknologi, mulai dari pelatihan, pemeliharaan, hingga suku cadang. Jadi yang dibeli bukan bukan rongsokan, seperti narasi yang dibangun paslon 01 dan 03. Kemenhan pun pasti melakukan due diligence, inspeksi, sertifikasi, negosiasi, sebelum melakukan pembelian pesawat atau kapal tersebut. Orang pribadi saja kalau mau beli mobil bekas sampai bawa teknisi dari bengkel untuk memastikan mobil yang akan dibeli dalam kondisi prima, masak iya kemenhan tidak melakukan apa-apa sebelum membelinya? Kata Bonar
Pembelian dari produsen alutsista domestik pun tetap ditingkatkan, karena memang kebutuhan pertahanan yang sangat beragam, seperti pembelian kendaraan taktis yang meningkat dari 2.800 menjadi 10.000 dari PT. Pindad, bahkan PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia pada tahun 2022 meraih rekor kontrak tertinggi sepanjang sejarah berdirinya kedua Perusahaan tersebut. Selain itu, pembelian pesawat dan kapal bekas juga hanya merupakan strategi transisi, karena Indonesia juga sedang memesan pesawat tempur baru yang baru akan tiba di Indonesia di 3 tahun mendatang.
Jadi jelas sekali, Paslon 01 dan 03 tidak tahu konsep keunggulan komparatif negara, melakukan penyesatan publik melalui data-data yang dinarasikan secara negatif, bahkan menggunakan data yang tidak valid. Semakin jelas juga, paslon 01 dan 03 tidak pantas sama sekali menjadi Presiden, tegas Bonar.
(Tim)