Frugal Living, Antara Pintu Sukses, Pengorbanan Diri dan Hidup Pelit -->

Javatimes

Frugal Living, Antara Pintu Sukses, Pengorbanan Diri dan Hidup Pelit

javatimesonline
11 Agustus 2023

Assoc. Prof. Dr. Oscarius Y.A Wijaya, M.H., M.M., CLI.

OPINI -- Frugal living atau lebih membumi dikenal sebagai pola hidup hemat, pada dasarnya dipahami sebagai sebuah pola perilaku hidup non konsumtif yang pada ujungnya berfokus pada pencapaian sebuah tujuan yang semata-mata bersifat finansial. 


Seorang perencana keuangan, Zina Kumok lulusan Universitas Indiana AS, yang berpengalaman di bidang investasi selama 8 tahun dan lima tahun pengalaman menulis keuangan pribadi menegaskan hidup hemat berarti menyadari pengeluaran dan berfokus pada beberapa prioritas keuangan. Seorang konsumen yang ingin hidup hemat harus memikirkan tujuan utamanya dan bagaimana mengubah keuangannya dapat membantunya mencapai tujuan tersebut. 


Secara alami perilaku semacam ini lebih disebabkan adanya dorongan tentang kekhawatiran kondisi keuangan terutama di masa depan, yang tidak jarang menjadi sumber stres mendalam bagi kebanyakan orang, utamanya terjadi ketika kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan sehingga sumber finansial tidak lagi terjamin dan tentu saja akhirnya dapat membahayakan mata pencaharian keluarga.


Relevan dengan itu, perspektif pola hidup hemat yang sejatinya dimaksudkan semata berorientasi pada faktor finansial tanpa cukup memperhatikan faktor non finansial yang bisa jadi berdampak positif pada aspek finansial, semakin ditegaskan dengan adanya anjuran atau tips hidup hemat yang seluruhnya berorientasi finansial.


Misalkan saja tips pola hidup hemat yang dipublikasikan BFI (2022) yang menyebutkan berbagai aspek finansial di dalamnya seperti mengelola pengeluaran, membayar hutang, membatasi hunian, berinvestasi, fokus pada keuangan masa depan, persiapan makan, memanfaatkan promosi, dan membandingkan harga.  Semua tips yang disebutkan itu terlihat sekali semata-mata hanya berorientasi finansial.


Dalam konteks yang seperti ini, pola hidup hemat itu bukan gagasan atau sesuatu perilaku hidup yang buruk, tetapi justru membuat banyak orang belajar tentang satu atau dua hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.  Namun perlu digarisbawahi bahwa orang yang benar-benar kaya cenderung memiliki mindset yang terus berkembang, yang membelanjakan uang secara bertanggung jawab tetapi justru memfokuskan sebagian besar energinya pada penghasilan dan tentu saja peningkatan penghasilan.


Pada perspektif inilah, pola hidup hemat dapat dipandang dari kedua sisi plus minusnya, dimana pola hidup hemat di satu sisi diyakini sebagai sebuah pintu kesuksesan, akan tetapi pada sisi lain harus berhadapan dengan realitas pengorbanan diri karena harus mengekang kesenangan yang bahkan tidak bisa diukur dengan uang semata dan bahkan pada tahap tertentu menjadi jebakan lahirnya perilaku asosial dengan menerapkan hidup pelit atau minimalis.


Pola Hidup Hemat dan Pintu Kesuksesan

Dalam berbagai situasi, anjuran hidup hemat dinilai menjadi tema penting dimana pun ketika harus berkaitan dengan manajemen keuangan dan risiko keuangan, dan bahkan melembaga dalam benak masyarakat dengan pepatah yang sudah sangat populer “hemat pangkal kaya”, yang seolah menyiratkan bahwa pintu kesuksesan itu tidak bisa tidak, harus berangkat dari perilaku hidup hemat.


Cara berpikirnya relatif sederhana karena hidup hemat sering menyiratkan kecukupan cadangan finansial pada rekening tabungan, dan itu bisa tercapai apabila berperilaku hidup dengan membelanjakan lebih sedikit daripada yang dihasilkan, yang umumnya dilakukan dengan selisih yang cukup signifikan, sehingga dapat dipastikan akan memiliki sisa uang yang terakumulasi dari bulan ke bulan dalam bentuk simpanan.


Sebagai dampak terpenting, hidup hemat akan memungkinkan membangun lebih banyak kebebasan finansial dalam hidup dengan mempercepat mencapai tujuan finansial. Hal ini berarti setiap kali memilih untuk membelanjakan lebih sedikit uang untuk sesuatu, uang dapat digunakan untuk hal-hal yang penting, sehingga bagian terbaiknya adalah keleluasaan dalam memutuskan sesuatu hal yang paling penting.


Berbagai pilihan rencana terbaik dapat dilakukan kemudian, seperti misalnya menyisihkan tabungan untuk pensiun dini, berinvestasi, menggunakannya untuk mendanai impian hidup, mungkin juga akan membiarkan cadangan finansial dalam tabungan memberikan keleluasaan dalam mengejar pekerjaan yang benar-benar disukai, dan berbagai hal lainnya menjadi tujuan atau impian hidup ketika tujuan finansial tercapai.


Pola Hidup Hemat dan Pengorbanan Diri

Pola hidup hemat juga dinilai menjadi bagian penting dari orang berpenghasilan tinggi yang biasanya memperlakukan diri sendiri dengan hal-hal yang lebih baik dalam hidup, karena bagaimanapun menghasilkan banyak uang tentu saja sesuatu yang bagus, tetapi kebiasaan pengeluaran belanja yang tinggi menempatkan seseorang pada posisi yang lemah meski berpenghasilan tinggi.


Maka kemudian menjadi menarik apabila diajukan sebuah pertanyaan tentang hidup hemat. Apakah jika menjalani hidup hemat, maka hidup akan menjadi lebih sulit daripada kehidupan seseorang yang menghabiskan lebih banyak uang atau sebaliknya?


Relevan dengan itu, berhemat kadang kala merupakan jebakan buruk, karena tidak jarang dipandang sebagai pengorbanan diri. Perilaku hemat sering dipandang sebagai melepaskan hal-hal yang benar-benar dipedulikan untuk menghemat sejumlah uang, yang sering dilihat sebagai kebalikan dari kesenangan.


Terjebak Pola Hidup Pelit

Ciri khas menonjol dari pola perilaku hidup ini adalah dengan berusaha membatasi pengeluaran finansial pada hal-hal yang dinilai kurang penting. Namun tidak jarang menimbulkan persoalan karena sifatnya yang semata-mata berorientasi finansial, sehingga berpotensi mengabaikan faktor non finansial, yang dalam banyak kasus faktor non finansial tidak jarang menjadi salah penentu pintu kesuksesan secara finansial.


Terlebih lagi, tidak menutup kemungkinan ketika seseorang berkomitmen hidup hemat maka secara tidak sadar sesungguhnya yang dipraktekkannya adalah hidup minimalis, dengan menerapkan pola hidup sederhana yang membatasi kepemilikan terhadap segala sesuatu yang dinilai tidak penting serta menghindari segala aktivitas yang bersifat tidak produktif, yang itu berarti memungkinkan aktivitas bernilai sosial dan pentingnya relasi sosial yang tidak jarang berbiaya secara finansial juga bisa saja ditinggalkan.


Tentu saja kalau sudah begini, perspektif yang dibangun dalam benaknya adalah pola pikir belanja yang lebih mindful, dengan harapan bisa menghemat banyak uang. Sehingga yang dilakukan adalah dengan banyak menekan pengeluaran yang bersifat impulsif, berkaitan dengan emosional dan sosial, yang pada akhirnya pada tahap tertentu bisa jadi justru terjebak masuk dalam perangkap perilaku hidup pelit dan mulai secara perlahan membangun perilaku asosial.



Penulis : Assoc. Prof. Dr. Oscarius Y.A Wijaya, M.H., M.M., CLI.

Penulis adalah Rektor STIE Indonesian European University (IEU) Surabaya, Senior Consultant pada Optimus Law Firm Surabaya, Mahasiswa Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Airlangga Surabaya