Keberadaan sampah di perbatasan Kecamatan Rejoso dan Bagor |
NGANJUK, DJAVATIMES -- Di saat sang mentari pagi belum menampakkan sinarnya, para penjual di pasar sudah menjajakan dagangannya, begitu pula dengan mereka yang kesehariannya bertani. Mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, demi menghidupi dirinya, keluarga, dan yang akan memengaruhi ekonomi negara.
Di lain sisi, ada juga yang hanya ketawa-ketiwi melempar paket sampah yang dibungkus dengan tas kresek berwarna-warni. Kadang berisi popok bayi, kadang berisi sampah makanan, kadang pula berisi berbagai macam limbah. Parahnya sampah tersebut bukan dibuang pada tempatnya.
Keberadaan sampah di sembarang tempat ini, tentu akan menjadi catatan buruk dan cukup memprihatinkan. Hal ini juga mengisyaratkan jika keberadaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat sudah tidak dianggap lagi dan terkesan malas bergerak (mager).
Seperti halnya yang terjadi di perbatasan Kecamatan Bagor dan Rejoso. Atau lebih tepatnya berada di tiga desa terdekat, di antaranya Desa Mungkung Rejoso, Gempol Rejoso, dan Sugihwaras Bagor.
Tepat di samping Sungai Widas dan di bawah jembatan penghubung Kecamatan Rejoso dan Bagor tersebut bertumpukan sampah.
Jenisnya pun beragam, mulai dari sampah plastik, styrofoam, karung, popok bayi, sampah rumah tangga, bambu, dan masih banyak lagi.
Dikatakan warga Desa Mungkung bernama Sigit, pelaku pembuang sampah sembarangan tersebut yakni warga desa setempat dan luar desa.
Ini sudah lama, tidak pernah dibersihkan juga, ungkap Sigit kepada kontributor Djavatimes, Kamis (13/7/2023) siang.
Akibat timbulnya sampah tersebut, kata Sigit, cukup mengganggu pemandangan dan menimbulkan bau menyengat.
Bau, ini sampahnya bau, kata Sigit.
Hal yang sama juga disampaikan Aji, warga Desa Mungkung, Kecamatan Rejoso. Dikatakan Aji, sejak awal dirinya pindah ke Desa Mungkung, dirinya sudah dikenalkan dengan taman sampah di depan rumah dan tokonya.
Sejak sepuluh tahun yang lalu saya di sini sudah ada tumpukan sampah, aku Aji.
Sampah itu diakui Aji cukup mengganggunya. Terlebih dia mempunyai balita yang rentan terserang penyakit.
Jika siang hari ini baunya sangat menyengat. Lalat pun juga sudah tidak terhitung jumlahnya. Saya takut jika hal ini terus dibiarkan dapat menjadi sarang penyakit, urai Aji.
Lebih lanjut, ia juga menyayangkan perilaku warga yang membuang sampah sembarangan. Padahal, kata Aji, di dekat taman sampah sudah ada larangan untuk membuang sampah.
Sudah ada larangan, tapi tetap saja membuang sampah sembarangan, ujarnya.
Di sisi lain, Aji juga menanyakan keberadaan DLH Kabupaten Nganjuk, yang seolah sudah hilang dari peradaban.
Sejak sepuluh tahun lalu saya ada di sini, tidak sekali pun DLH Kabupaten Nganjuk membersihkan sampah di sini. Padahal ini sangat parah kondisinya, tegas Aji.
Kalau boleh saya istilahkan, ini adalah taman sampah, sambung Aji.
Jika tidak mampu menyelesaikan persoalan sampah di Kabupaten Nganjuk, khusuusnya di lingkungannya, kata Aji, lebih baik siapa pun yang duduk di kursi Kepala DLH harus mundur.
Atau kalau tidak harus dicopot dari jabatannya. Ini sudah parah. Masak harus viral terlebih dahulu baru ada penanganan, tanya pria yang memiliki tokoh bangunan.
Dikatakan Aji, sudah semestinya kursi Kepala DLH Kabupaten Nganjuk diisi oleh orang yang benar-benar peduli dengan lingkungan.
Nganjuk tidak butuh kepala dinas yang hobi berfoto dan menunggu viral baru ditangani. Nganjuk ini butuhnya yang sat-sat wat-wet, biar lingkungannya jadi aman dan nyaman, bebernya.
Sebenarnya, Aji sudah sering mengeluhkan kondisi tersebut ke perangkat desa setempat. Hanya saja keluhan itu tidak mendapat jawaban yang mampu mengatasi persoalan sampah di lingkungannya.
Bahkan, kata Aji, dirinya juga sempat kepikiran untuk membuat vlog di sosial media. Hanya saja ide itu belum terwujud lantaran kesibukannya dalam bekerja.
Mungkin kalau ini belum ada tanggapan, saya akan membuat vlog biar viral dan mendapat tanggapan, pungkas Aji.
(Tim)