Mengenal Desa Kebonagung, Sawahan, Konon Sempat Dihuni Keturunan Raden Patah -->

Javatimes

Mengenal Desa Kebonagung, Sawahan, Konon Sempat Dihuni Keturunan Raden Patah

javatimesonline
27 Februari 2023
Desa Kebonagung, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk (Foto: Istimewa)


NGANJUK, DJAVATIMES -- Setiap tempat memiliki keunikan masing-masing. Salah satunya keunikan sejarah. Seperti halnya dengan Desa Kebonagung yang terletak di Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. 


Menurut masyarakat sekitar, Kebonagung diartikan sebagai kebun yang luas. Kebon berasal dari Bahasa Jawa yang berarti perkebunan dan agung yang artinya besar atau luas. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nganjuk, luas wilayah Desa Kebonagung sebesar 8,44 kilometer persegi.


1. Tokoh Pertama yang Menginjakkan Kaki di Desa Kebonagung

Nama Kebonagung diberikan oleh Kaki Branti dan Nyai Branti. Mereka adalah orang yang pertama kali membabad Desa Kebonagung. Namun, sebelum itu ada tokoh penting lain yang menginjak pertama kali di tanah Kebonagung yaitu Raden Ayu Kaji Siti Kalimah.


Menurut sumber lisan, Raden Ayu Kaji Siti Kalimah merupakan keturunan ketujuh dari Kerajaan Demak. Masyarakat setempat pun juga meyakini bahwa Raden Ayu Kaji Siti Kalimah adalah keturunan ketujuh Raden Patah. 


2. Ditemani Empat Pengikutnya

Pada silsilah keturunan Kerajaan Demak memang ada salah satu keturunan Raden Patah yang bernama Dewi Siti Kalimah. Raden Ayu Kaji Siti Kalimah adalah keturunan dari Kerajaan Demak dan merupakan seorang yang terpandang. 


Raden Ayu Kaji Siti Kalimah datang ke desa ini ditemani empat pengikutnya. Sayangnya identitas keempat pengikutnya belum diketahui secara pasti, namun terdapat salah satu versi cerita yang menyebutkan bahwa dua di antara keempat pengikutnya bernama Liro Nadi dan Liro Sohno yang dimakamkan di Dusun Salam Judeg, Desa Blongko, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk.


3. Tiga Dugaan Kehadiran Keturunan Ketujuh Raden Fatah di Kebonagung 

Raden Ayu Kaji Siti Kalimah atau Siti Kalimah bergelar auliya’, yaitu gelar yang diberikan kepada ahli ilmu agama atau setara dengan wali. Oleh karena itu, masyarakat percaya bahwa dia menapak tilas di Desa Kebonagung untuk menyebarkan agama Islam. 


Dugaan tersebut dikuatkan dengan adanya penemuan pondasi dan kubah masjid yang didirikan Raden Ayu Kaji Siti Kalimah beserta pengikutnya. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa bagian bangunan tersebut adalah bagian dari sebuah padepokan yang berbentuk seperti masjid. Padepokan tersebut berfungsi sebagai tempat melakukan aktivitas oleh Raden Ayu Kaji Siti Kalimah. 


Dugaan kedua didasari pada gelar kebangsawanan Siti Kalimah dan leluhurnya yang berasal dari Kerajaan Demak. 


Dugaan ketiga adalah Siti Kalimah sedang dalam persembunyian dari kejaran kolonial Belanda yang pada waktu itu menjajah tanah air.


4. Dipercaya Membawa Berkah

Menurut juru kunci makam Raden Ayu Kaji Siti Kalimah dipercayai masyarakat sekitar membawa berkah, bahkan dari luar Kabupaten Nganjuk sendiri pun banyak orang yang datang untuk berziarah dan berdoa agar diberi keselamatan dan apa yang diinginkan bisa terkabul. Biasanya orang-orang melakukan ziarah pada malam Jum’at. 


5. Kaki Branti dan Nyai Branti

Selain Raden Ayu Kaji Siti Kalimah, terdapat juga tokoh bersejarah lainya di Desa Kebonagung yaitu Kaki Branti dan Nyai Branti. Menurut cerita, kedua tokoh tersebut berasal dari Kabupaten Ponorogo. Selanjunya mereka merantau untuk menyelamatkan diri dari kejaran VOC hingga sampai di desa Kebonagung. 


Kaki Branti dan Nyai Branti adalah keturunan Ki Anom Kasan Besari dari salah satu anaknya yang tinggal di Sehwulan, Caruban, Madiun. Namun sampai saat ini belum dapat dipastikan siapa di antara Kaki dan Nyai Branti yang merupakan keturunan Ki Anom Kasan Besari yang merupakan anak dari Ki Ageng Kasan Besari. 


Ki Anom Kasan Besari termasuk orang penting di Kabupaten Ponorogo pada zaman dahulu. Dia menduduki jabatan penting dan dipercaya memiliki kesaktian yang hebat dan sangat disegani oleh masyarakat Ponorogo. Sedangkan Ki Ageng Kasan Besari makamnya berada di Desa Tegalsari Kabupaten Ponorogo.


6. Kawasan Kebonagung Berupa Semak Belukar

Pada saat Kaki dan Nyai Branti pertama kali menginjakan kaki di Desa Kebonagung, desa ini masih berupa kawasan semi hutan yang mayoritas jenis tanamannya adalah jenis semak belukar. Kemudian dengan kesaktian yang dimilikinya, Kaki Branti membabat dan  membuka kawasan semi hutan tersebut. Dalam perjalanan waktu Kaki Berati mulai membuka area untuk persawahan juga kebun yang ditanami tanaman pertanian.


Kaki Branti juga membuat saluran irigasi untuk menunjang jalannya pengairan pada perkebunan dan persawahan. Saluran irigasi tersebut oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan Sungai Talang. Berkat keberadaan saluran irigasi tersebut, daerah Kebonagung yang pada dasarnya memiliki struktur tanah berbatu, namun airnya tetap melimpah. 


7. Kedua Tokoh Dikenal Ulet

Kaki Branti dan Nyai Branti dikenal sebagai orang yang sabar, ulet, dan berilmu tinggi. Kesabaran dan keuletanya dibuktikan pada saat awal keduanya membabat hutan hingga bisa menjadi kawasan pemukiman penduduk.


8. Memiliki Dua Anak

Setelah membabat kawasan hutan menjadi kawasan yang dapat dihuni, Kaki dan Nyai Branti menetap ditempat tersebut dan mempunyai dua orang anak. Anak dari mereka bernama Putih dan Ismangun. 


Pada mulanya tempat tinggal Kaki dan Nyai Branti berlokasi di dekat area pemakaman tempat Kaki dan Nyai Branti dimakamkan. Namun seiring dengan berjalannya waktu bekas tempat tinggal Kaki dan Nyai Branti telah berubah menjadi area persawahan. 


9. Makam Berlokasi di Goa Ndalem

Sekarang kita dapat melihat pemakaman tokoh-tokoh penting di area Goa Ndalem. Perbukitan Goa Ndalem terletak di salah satu bukit di kawasan perhutani  RPH Klonggean BKPH Berbek KPH Nganjuk. Masyarakat setempat lebih mengenal kawasan tersebut dengan sebutan Hutan Ndalem.


Makam petilasan Raden Ayu Kaji Siti Kalimah terdapat di situ. Makam yang berlokasi di kawasan perhutani petak 162 tersebut lebih dikenal dengan sebutan Makam Ndalem. 


10. Asal Muasal Goa Ndalem

Disebut Goa Ndalem karena di kawasan tersebut ditemukan empat buah goa. Empat goa tersebut adalah Goa Macan, Goa Topo, Goa Kucur, dan Goa Payung. Tetapi hanya dua goa yang baru bisa diakses yaitu Goa Macam dan Goa Topo, selebihnya belum dapat diakses karena jalannya yang masih belum memungkinkan. 


Letak Goa Macan dan Goa Topo terletak tidak terlalau jauh. Berjarak sekitar 10 meter. Goa Ndalem merupakan goa alam. Pada saat itu goa tersebut digunakan untuk bersembunyi atau basecamp para TNI Indonesia pada masa perjuangan karena adanya penyerangan dari bangsa Belanda. 


11. Mitos Goa Macan dan Goa Topo

Mitosnya, di dalam Goa Macan terdapat dua lubang goa. Lubang sebelah kanan dapat tembus ke daerah selatan yaitu Trenggalek dan lubang sebelah kiri dapat menembus daerah Kediri tepatnya di Goa Silomangkleng. Sedangkan, Goa Topo dahulunya adalah tempat semedi Raden Ayu Kaji Siti Kalimah. Area makam ndalem dulunya adalah bekas padepokan yang bentuknya menyerupai masjid. 


Pada masa Kiai Muhammad Muhdin kakek dari Kyai Hasyim Ash’ari pemimpin Pondok Pesantren Darunnajah saat ini, ditemukan sebuah kubah masjid. Kubah tersebut merupakan kubah dari padepokan yang dibangun Raden Ayu Kaji Siti Kalimah bersama empat cantriknya. Penemuan itu bermula dari mimpi yang didapatkan Kiai Muhammad Muhdin tentang keberadaan kubah tersebut. 


12. Diletakkan di Masjid Desa Cepoko

Karena kubah tersebut sebagai bukti sejarah, maka setelah ditemukan kubah tersebut hendak dikirim ke kabupaten. Lantaran pada masa itu belum tersedia kendaraan bermotor, maka kubah itu dibawa menggunakan cikar atau kereta kuda menuju pusat Kabupaten Nganjuk. Namun, ketika sampai di Desa Cepoko, kereta kuda tersebut berhenti mendadak dan tidak mau berjalan kembali. Maka diputuskan untuk menaruh kubah terseut di Desa Cepoko dan saat ini dijadikan kubah Masjid Cepoko tepatnya di Masjid Jami’ Al-Muhtar.




Penulis: Dian Indriasari, S.Pd. Gr.